Yah, aku pulang kerumah. Tapi tak seperti hari-hari yang lalu. Tak ada senyumanmu yang selalu mengambang di depan pintu, menyambutku. Apa kau masih marah?
Yah, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Apa kau ingat waktu dulu ketika kau mengajakku ke gedung tempatmu bekerja, kau dudukkan aku di atas beton dengan beberapa gorengan dan air minum.
“Apa yang kau lihat?” katamu ketika aku menegadah keatas,
“ayah yang membangunnya?”
“Ya, Ayah dan teman-teman ayah”
“Kalau besar aku ingin buat juga”
“Jangan, ini pekerjaan laki-laki. Kamu menggambar saja bangunan apa yg akan kamu buat, lalu serahkan ke Ayah, akan ayah bangunkan”
“Benar yah? Baiklah, kalau besar nanti aku mau jadi tukang gambar!”
“Bukan tukang gambar sayang, arsitek”
“Hah.. Arsi..tek?”
Berapa umurku waktu itu Yah? O ya, enam tahun ya? Dan sedikitpun tak ada kata yang terlewat bukan? Bahkan aku ingat sekali peristiwa sebelumnya. Ketika di sekolah guru dan teman-temanku sudah tak tahu lagi bagaimana menghentikan tangis dan teriakanku, anak-anak itu nakal sekali yah, mereka menaruh kotoran kucing di dalam sepatuku. Setiap anak melepas sepatunya dikelas Yah ketika pelajaran olah raga, dan anak-anak usil itu beraksi waktu itu. Lalu kau datang kesekolah. Yah, aku masih ingat, masih dengan helm putih penuh debu, kaos kuning dan celana panjang, serta sepatu boat, oya sepeda kumbang kita. Pasti kau tengah bekerja dan tergopoh datang kesekolah begitu mendengar kabar kalau aku menangis, dan saat itu juga kau membawaku pergi ke tempat kerjamu. Yah, tahukah engkau mengapa anak-anak melakukan itu? Sepatuku jelek sekali Yah…