Memang harus diakui. PKS adalah partai paling cerdas di antara partai tolol di Indonesia. Kecerdasan dalam ketololan para kader partai antara lain diwujudkan dalam bentuk oportunis gaya kampungan. PKS dengan kecerdasan kelas istilah belanjaan atau shopping KW 5 mengalihkan kasus korupsi Luthfi Hasan Ishaaq dengan mencetak ratusan ribu spanduk menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Yang didapatkan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) umpatan dari para pecinta dan kader PKS. Pecinta PKS malu melihat manuver kelas anak TK yang dilakukan oleh Hilmi Aminuddin yang berbohong bertemu dengan SBY. Tifatul Sembiring dan Hilmi Aminuddin mendukung kenaikan BBM, namun di jalanan Anis Matta menyuruh anak buah dan kader yang taklid wal jumud untuk pasang spanduk menentang kenaikan harga BBM. Apa maknanya?
PKS ingin membodohi rakyat dengan seolah-olah menolak kenaikan BBM. Ini hanya pencitraan kelas kampung Anis Matta sana.
PKS ingin mengalihkan isu korupsi dan tindakan asusila Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq ke dalam isu sok peduli rakyat yang menyesatkan. PKS tak akan bisa menolak dan tak bermakna menolak kenaikan BBM karena kenaikan BBM adalah hal yang wajar dan membahagiakan.
PKS mengalami kegalauan tingkat ilahiah bukan hanya galau tingkat dewa-dewi karena panik akibat KPK makin merangsek ke dalam tubuh elite partai dakwah PKS (PKS bukan partai dakwah Islam karena PKS bukan Islam dan Islam bukan PKS). Hilmi, Ridwan, Anis, Hidayat Nur Wahid, dan Tifatul Sembiring menunggu keberanian KPK saja. Pernyataan Anis Matta yang memohon maaf pada bangsa Indonesia (Karena PKS bukan mewakili Islam) menunjukkan kekalahan PKS dan LHI pasti bersalah. Terkait korupsi dan gratifikasi seks duet maut goyang sapi Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fatnanah PKS memang tak bisa mengelak lagi.
Dalam kegalauan itu PKS menolak BBM. Bukan sapaan dan sambutan demonstrasi di seluruh Indonesia yang didapat, cuma keheranan dan tertawaan orang waras saja. PKS jadi salting. Salah tingkah. Menolak kenaikan BBM adalah ketololan tingkat ilahiah dan dewa-dewi di tengah defisit APBN yang membengkak.