Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Jejak-jejak Sejarah Anging Mamiri di Pantai Losari

14 November 2013   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:11 2037 10

Ada orang yang mengatakan: belum mengunjungi Makasar atau dikenal juga sebagai kota anging mamiri jika belum mengunjungi Losari. Berangkat dari pendapat itu aku pun tertarik untuk mengunjungi tempat itu. Kebetulan, aku sedang mendapat tugas selama beberapa hari di Makasar. Ketika ada kesempatan, aku pun segera meluncur ke sana. Karena buta Makasar, aku pun meminta jasa tukang becak untuk mengantar ke Losari.

Sepanjang jalan menuju Losari, tukang becak menceritakan panjang lebar tentang keramaian Losari. Ceritanya membuat rasa penasaran dalam diriku. Ingin rasanya segera sampai ke Losari dan menikmati keindahan seperti yang diceritakan tukang becak yang mengantarku itu.

Setelah sampai di lokasi, aku segera turun dari becak. Kemudian aku meminta tukang becak untuk menungguku berjalan-jalan menikmati Losari. Untungnya si tukang becaknya mau menungguku. Pertama kali turun, replika perahu pinisi menyambutku. Sementara di jauh sana, temaram senja mulai menampakkan keindahannya.

Setelah berjalan mendekati arah laut, aku mulai merasakan ada sesuatu yang aneh. Katanya pantai Losari, mengapa tidak ada hamparan pasir di sini. Yang ada adalah sebuah anjungan dengan tulisan pantai Losari. Tulisan yang cukup besar. Tentu ada kisah di bali ini semua.

Ternyata benar. Sembari menikmati pisang epe (pisang mentah yang dibakar, kemudian dibuat pipih, dan dicampur dengan air gula merah) saya mendapatkan sedikit cerita tentang Losari. Anjungan Losari tidak serta merta ada. Losari adalah sebuah bentang garis pantai di sisi Barat Makasar. Dahulu, di sepanjang garis pantai ini berderet warung-warung. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai restoran terpanjang di dunia.

Dalam perjalanan waktu, para pedagang dipindahkan. Hadirlah anjungan Losari. Sebuah proyek besar membangun anjungan di sepanjang garis pantai ini. Satu Anjungan telah selesai dan sudah bertahun-tahun dinikmati masyarakat. Menyusul kemudian anjungan. Terdapat penanda pada masing-masing anjungan, yaitu sebuah tulisan besar yang dipasang di bagian tepinya. Misalnya Pantai Losaridan City of Makassar.

Ketika menyusuri anjungan yang terhubung satu dengan yang lainnya ini, kita akan diajak untuk melihat dan mengingat historisitas Makassar. Di kompleks ini, kita akan belajar kembali sejarah Makassar melalui patung-patung tokoh, raja, dan pahlawan yang pernah ada dalam sejarah Makassar. Melalui losari kita bisa melihat budaya orang Bugis-Makassar. Melalui simbol tulisan Makassar Of City, Bugis, Makassar, dan Toraja hendak disampaikan cermin kecil kehidupan Makassar. Tidak hanya itu, aneka bentuk kearifan lokal pun hendak ditampilkan. Keberadaan replika paraga, phinisi, dan becak seperti hendak mengingatkan generasi muda akan sejarah nenek moyang yang harus terus menerus dijaga dan dilestarikan.

Keberadaan Losari sebagai cerminan sejarah Makassa akan semakin terasa kuat ketika kita berjalan sedikit ke luar dari anjungan. Di dua bagian Utara dan diujung Selatan terdapat situs benteng dengan karakter yang berbeda. Situs benteng Somba Opu terdapat di sisi Selatan. Sementara di sisi Utara terdapat situs benteng Port Roterdam. Benteng yang menjadi tempat ditawannya Pangeran Diponegoro selama diasingkan itu masih berdiri kokoh. Boleh dikatakan, Benteng Port Roterdam inilah yang menjadi nyawa anjungan Losari.

Anjungan Losari tidak hanya cermin kecil sejarah Makassar. Anjungan Losari dapat menjadi tempat untuk melepas penat sembari menikmati panorama matahari terbenam. Tidak mengherankan, semakim malam semakin ramailah tempat ini. Enggan rasanya meninggalkan tempat ini. Tapi, ketika teringat tukang becak yang aku tinggalkan segera aku mengemasi peralatan dan kembali ke titik awal. Ternyata, tukang becak itu masih setia menunggu. Mungkin karena tadi belum aku bayar. Entahlah.

Aku pun pulang dengan rasa lega telah menikmati keindahan panorama di anjungan Losari. Karena kesetiaannya menungguku, aku pun memberikan bonus kepada tukang becak itu. Awalnya kami sepakat dengan harga Rp. 25.000. tanpa sepengetahuannya, aku memberikan Rp. 30.000 untuk tukang becak itu.

“Suatu ketika nanti, aku akan kembali untuk mengeksplore lebih dalam lagi” batinku. Keindahan Pantai Losari memang menggoda untuk dinikmati, apalagi jika mendapati cuaca yang demikian cerah. Betapa indah menikmati angin sepoi-sepoi dengan panorama matahari terbenam yang indah sembari menikmati pisang epe yang hangat. Secangkir kopi Toraja menjadi pelengkapnya. Luar biasa, bukan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun