Mengamati berbagai komentar yang muncul dalam mensikapi kasus bom bunuh di yang terjadi di GBIS Kepunton Solo pada hari Minggu, 25 September, kemarin ada benang merah yang saya tangkap. Setidaknya ada 2 benang yang cukup kuat.
Pertama, kelompok orang yang memandang peristiwa tersebut sebagai sebuah alat untuk mengalihkan isu-isu panas yang sedang bergulir di negeri ini. Sebagaimana telah lazim terjadi, setiap ada persoalan besar yang membelit para petinggi negara selalu muncul peristiwa besar yang mengguncangkan. Sementara kasus-kasus korupsi sedang menggila, muncullah persoalan bom bunuh diri di Solo. Semua mata tertuju ke Solo. Hampir semua mass media memberitakan peristiwa Solo. Jakarta terlupakan.
Kalau dirunut, pandangan ini akan menempatkan peristiwa Solo dalam motif politis. Motif yang selalu terulang, menjadikan masyarakat semakin yakin pula pada gagasan pengalihan isu ini.
Kedua, kelompok orang yang memandang peristiwa itu sebagai bagian dari aksi terorisme dengan latar belakang agama. Pendapat ini semakin menguat ketika Mr President menyebutkan bahwa pelaku bom bunuh diri di Solo terkait dengan kelompok teroris di Cirebon. Lokasi kejadian yang adalah tempat ibadah juga menjadi faktor penting dalam memicu pemikiran bahwa peristiwa tersebut bermotif agama.
Lepas dari 2 benang merah itu, rasa saya peristiwa bom bunuh diri itu telah mencabik-cabik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetesan darah yang telah ditumpahkan oleh para pejuang negeri ini seolah tanpa arti. Para pejuang negeri ini telah mempertaruhkan nyawanya untuk menjaga kesatuan negeri ini tetapi kini seolah tanpa bekas. Semboyan “sedumuk bathuk, senyari bumi” sudah tak dikenal lagi. Akibatnya, penggerogotan kedaulatan dan kesatuan negara semakin meraja lela. Idealisme NKRI terinjak-injak justru oleh warganya sendiri. Mungkin, para pejuang kemerdekaan akan menangis melihat tanah air yang telah dibela hingga titik darah penghabisan telah digadaikan demi sebuah kepentingan kelompok atau individu.
Rasanya saya, yang paling bertanggung jawab pada peristiwa-peristiwa seperti ini adalah pemerintah. Pemerintahlah yang bertanggung jawab. Lembeknya kinerja pemerintah akan semakin mempercepat tumbuhnya gerakan-gerakan seperti bom bunuh diri itu. Alangkah naifnya ketika pemimpin NKRI ini, yang dipilih mayoritas masyarakat, “hanya” mengatakan ancaman terorisme masih ada dan nyata di negeri ini. Olah karenanya, rakyat harus dilindungi. Tidak harus menjadi seorang Mr President untuk mengatakan seperti itu.