Sematang-matangnya sebuah rencana disusun, kadang kala kandas ketika berhadapan dengan situasi dadakan. Itulah yang kami alami. Jauh hari sudah merencanakan untuk melakukan canyoning di air terjun Sri Gethuk yang terletak di Padukuhan Menggoran, Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Rencananya canyoning ini sekaligus sebagai kopdaran 3 kompasianer dari 3 kota berbeda: Salatiga [Dhave Danang], Magelang [Yswitopr] , dan Jogja [Elisabeth Murni]. Rencana sudah tersusun rapi. Tinggal menungguh hari pelaksanaan. Namun apa daya, rencana canyoning terpaksa dibatalkan sehari sebelum pelaksanaan dikarenakan ada musibah yang menimpa salah satu teman. Tulang meniskus Dhave Danang bergeser sehingga tidak mungkin melakukan aktivitas canyoning. Peralatan yang telah disiapkan dengan matang terpaksa disimpan kembali.
Keinginan untuk bertemu menghilangkan rasa sakit. Dengan segala upaya dilakukan sehingga Om Dhave bisa jalan. Rencana bertemu di Sri Gethuk tetap berjalan, meski canyoning batal. 27 Desember 2011 menjadi saksi perjumpaan 3 kompasianer. Selain 3 kompasianer, masih ada 3 sahabat lain yang ikut pergi ke lokasi. 26 Desember Om Dhave dan saya menginap di Sendangsono. 27 Desember pagi kami bertemu dengan Elizabeth Murni di Slanden. Pertemuan yang dihiasi dengan senyuman dan pertanyaan: “Oh, ini tho orangnya”. Bertiga kami meluncur ke Jogja untuk menjemput ketiga sahabat yang lain. Jadilah kami berenam meluncur ke daerah Gunungkidul.
Selepas jalan mulus yang menjadi ciri khas jalan-jalan besar di Gunungkidul, kami disambut dengan jalan berbatu. Hal ini kami alami selepas pasar Playen. Jalan berbatu ini menjadi daya tarik dan kritik untuk pemerintah daerah Gunungkidul. Untuk mengembangkan wisata, diperlukan fasilitas yang baik sehingga para pengunjung merasa nyaman. Salah satu fasilitas yang saya maksudkan adalah fasilitas jalan. Semakin baik jalan menuju ke lokasi, semakin banyaklah pengunjung yang akan mendatanginya. Memang bagi para pecinta alam, kondisi jalan semkin menantang mereka untuk menaklukkannya. Tapi bagi pengunjung keluarga, kondisi jalan yang sulit dapat mematahkan keinginan mereka untuk datang. Amat disayangkan kalau kondisi prasarana menjadi kendala untuk mendatangkan semakin banyak pengunjung.
Sulitnya medan yang harus dilalui terbayar ketika kami sampai ke areal parkir. Ada rasa lega. Setelah mengadakan persiapan, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi air terjun. Kami dihadapkan pada dua pilihan: jalan kaki atau naik perahu. Karena tidak ada satu pun yang mengetahui jalur jalan kaki, akhirnya kami memutuskan untuk naik perahu. 3 ribu untuk sekali jalan. 5 ribu untuk pulang pergi.