Pernyataan di atas merupakan pendapat dari peserta SKP yang muncul dalam proses pembelajaran kelas ke-6 SKP di Balai Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul (06/09/2013). Untuk memudahkan peserta menerima materi yang disampaikan, Sri Eka Wati (fasilitator dari YSKK) menggunakan metodegamesatau permainan “pesan berantai” sebagai ‘pintu masuk’ menuju pokok bahasan Komunikasi.
Proses permainannya: peserta SKP yang berjumlah 26 orang perempuan tersebut dibagi menjadi 2 kelompok. Peserta yang berada di barisan paling depan bertugas menjadi pengirim pesan, tugasnya menyampaikan pesan yang diberikan fasilitator kepada anggota kelompoknya (atau disebut penerima pesan). Pesan pertama berupa kata “sesi komunikasi”, pengirim pesan menyampaikan hal tersebut kepada penerima pesan di belakangnya, pesan ini disampaikan secara berantai atau estafet sampai kepada penerima pesan yang terakhir. Keseruan dan tawa lepas mengiringi proses permainan tersebut, saat penerima pesan terakhir menyampaikan pesan yang diterimanya di tengah-tengah kelas. Sedikit berbeda dari pesan awal yang disampaikan pengirim pesan, karena pesan yang sedianya “sesi komunikasi” jadi “seksi komunikasi”.
Melalui proses tersebut para perempuan peserta kelas SKP diajak mengurai pengertian, tujuan, media, serta tantangan dalam berkomunikasi. Pengertian komunikasi misalnya, bisa terumuskan melalui diskusi pasca permainan. Selain Sularti, peserta SKP lain yang memberikan pendapat adalah Winarsih (peserta SKP dari Desa Kemiri) ia mengungkapkan,“komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang disampaikan komunikan kepada penerima pesan/komunikator yang nantinya akan mendapatkan umpan balik atau feedback…”
Komunikasi bisa efektif ketika ada pendengar yang menerima setiap informasi dari pengirim pesan dengan baik. Sehingga, seperti pendapat Sularti tersebut di atas, akan tercipta kebersamaan dan mampu memberikan inspirasi bagi satu dan yang lainnya, atau setidaknya pengirim pesan mendapat umpan balik ataufeedbackatas hal yang disampaikan. Namun, seringkali di dalam sebuah forum yang terjadi adalah saling sahut-menyahut berebut untuk bicara. Tidak tahu mana yang sebenarnya menjadi pendengar. “Komunikasisaur manuk”, peserta SKP menyebutnya.
Ada sebuah pertanyaan yang cukup mengelitik kaitannya dengan komunikasi yang efektif ini; selama ini, kita memang benar-benar ’mendengarkan’ atau hanya menunggu giliran untuk berbicara? Karena mendengarkan tidak hanya diam menunggu giliran untuk berbicara.