Kegagalan Negara dan Tanggung Jawab Internasional
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui prinsip kedaulatan negara sebagai dasar hubungan internasional. Prinsip ini berarti setiap negara memiliki hak untuk mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Namun, konsep ini mulai diuji ketika suatu negara gagal melindungi warganya dari pelanggaran HAM berat.
Pada titik inilah tanggung jawab internasional muncul. Komunitas global dihadapkan pada pilihan sulit: membiarkan pelanggaran HAM terus berlangsung dengan alasan menghormati kedaulatan, atau mengambil tindakan untuk melindungi korban, meskipun itu berarti melanggar prinsip dasar kedaulatan.
Salah satu contoh yang paling sering disebut adalah intervensi NATO di Kosovo pada 1999. Ketika terjadi pelanggaran berat HAM terhadap etnis Albania oleh pemerintah Serbia, NATO melancarkan serangan udara tanpa mendapatkan izin resmi dari Dewan Keamanan PBB. Intervensi ini dianggap berhasil menghentikan kekerasan, tetapi juga menuai kritik karena dianggap melanggar hukum internasional.
Teori di Balik Tindakan Kemanusiaan
Tindakan campur tangan internasional, terutama yang bersifat militer, sering kali berakar pada prinsip-prinsip moral dan filosofis yang mengutamakan perlindungan manusia di atas segalanya. John Stuart Mill, misalnya, berpendapat bahwa perlindungan terhadap individu adalah tugas moral global, terutama ketika negara gagal menjalankan perannya.
Namun, ada garis tipis yang memisahkan tindakan moral dan kepentingan politik. Dalam praktiknya, intervensi semacam ini sering kali dipengaruhi oleh agenda negara kuat, sehingga menimbulkan pertanyaan: apakah tindakan tersebut benar-benar untuk kemanusiaan, atau hanya sekadar alat politik untuk menguasai wilayah atau sumber daya?
Kritik dan Kontroversi
Tindakan intervensi internasional membawa sejumlah tantangan dan kontroversi, seperti: