Kali pertama naik KRL, saya sudah disuguhi berbagai panorama yang cukup menarik sekaligus memprihatinkan. Di sepanjang perjalanan, tidak jarang saya menyaksikan panorama kawasan permukiman kumuh dari balik jendela KRL. Kawasan permukiman kumuh yang biasanya hanya saya lihat melalui iklan layanan masyarakat di TV atau melalui iklan kampanye suatu parpol, kali ini dapat saya saksikan sendiri secara langsung dari balik jendela KRL yang sedang melaju. Jika digambarkan, mungkin apa yang saya saksikan dari balik jendela KRL di sepanjang perjalanan saat itu, seperti sebuah degradasi tak beraturan dari suatu panorama gedung bertingkat di kawasan pusat Ibu Kota, hingga suatu panorama rumah bilik (atau mungkin biasa disebut 'gubuk') yang berderet di tepi sungai keruh.
Menyaksikan hal tersebut, saya pun langsung teringat kata-kata dari seorang senior di kantor saya "kalau mau lihat cermin kehidupan sesungguhnya di kawasan perkotaan, naik lah kendaraan umum masal seperti KRL, dari situ kita bisa lihat bagaimana perbedaan yang mencolok antara kawasan gedung mewah dengan kawasan permukiman kumuh tepi sungai di sepanjang jalur kereta". Dan ternyata, apa yang dikatakan oleh senior saya tersebut memang benar. Ketimpangan pembangunan yang ada di sekitar kita masih banyak yang belum merata, apalagi ketimpangan pembangunan di Negeri ini secara keseluruhan ya..hehe..
Ternyata masih banyak 'peer' yang harus diselesaikan oleh Pemerintah kita (semangat ya para Bapak dan Ibu.. :) ). Saran saya, mungkin ada baiknya jika sesekali Pemerintah kita bisa ikut memanfaatkan moda transportasi umum masal, seperti KRL commuter. Hal ini agar mereka dapat menyaksikan sendiri bagaimana jendela kehidupan yang sebenarnya, sehingga kemudian mereka dapat memetakan skala prioritas dalam penanganan masalah ketimpangan pembangunan yang dihadapi dengan lebih baik lagi.
Itu saja mungkin sedikit catatan harian sekaligus sedikit saran dari saya, semoga bermanfaat. :)