Goresan Sebuah Puisi Ingin Dipeluk Ayah di Natal 2019
26 Desember 2019 21:14Diperbarui: 26 Desember 2019 21:27135
#Goresan sebuah Puisi ingin dibeluk_Ayah_di_Natalan_2019 .
Holandia 18 Desember 2019.
Di bulan natal hanya kumengirimkan selamat natal ayah bunda opa dan oma. Dibalik gunung . ()
Sebenarnya, aku ingin kembali, Ayah Pulang ke teduh matamu..
Aku ingin pulang..... Aku ingin kembali.....
Tapi jalanan yang jauh, ,,,cita-cita yang panjang tak mengizinkanku ..
Mereka selalu mengetuk daun pintu  saat aku tertidur.
Menggaruk-nggaruk bantal  saat aku bermimpi.
Aku ingin kembali ke rumah, Ayah Tapi jarak membentangku.
Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi
Membawaku terbang melintasi , waktu dan dimensi, kata dan tulisan.
Aku menyebut pulang, Â tapi ia selalu menolak..
Aku menyebut rumah, tapi ia bilang Akan ada waktu
Aku sebut kampung halaman, Â ia bilang kampung halaman tak akan perna pudar.
Maka aku menungganginya. Menyusuri hamparan angin sebuah kota holandia adalah sebua saksi bisu.
Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya.
Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah holandia
Arwah-arwah pekerja bergentayangan  menuju ibu kota..
Mencipta banjir genangan air mata.
Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir.
Kota yang tua telah lelah menggigil, Â sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi..
Hujan ingin bercerai dengan banjir .
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati  manusia.
Aku tak bisa pulang lagi, Aya, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya.
Orang-orang datang ke kamarku sepanjang malam, satu per satu, seperti katamu.
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya.
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia.
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk
Begitu jarak ditempuh, sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga abadi.
Di depan sana ufuk yang itu juga abadi.
Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukkan dan menggenggamnya dengan tangan, jarak dan ufuk abadi itu...
Renungan: puisi ini Menjelajah berbagai Kerinduan pada kampung halaman dan orang tuanya ternyata tidak lebih kuat dari keinginannya menjelajah jarak dan ufuk yang tidak pernah ada habisnya.
#Ia hanya berusaha melukis kota tua tanpa kuas, abadikan angin senja di pojok  kota holandia....
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Akun Terverifikasi
Diberikan kepada Kompasianer aktif dan konsisten dalam membuat konten dan berinteraksi secara positif.