Sampai menjelang dini hari, mata Yu Partinah belum bisa terpejam. Langit-langit kamar, jam dinding tua yang tertempel di dinding kamar, selembar mukena yang tergantung di kapstok, dan semua sudut kamar telah ia pandangi satu-persatu. Dengan tatapan kosong. Pikirannya serasa berada di alam antah berantah. Melayang-layang, terkadang beberapa kejadian masa lalu muncul dan menari-nari di pikirannya. Lalu sekejap, berbalik bayangan ketakutan tentang masa depan bersama Ardan, putranya. Ia belum tahu bagaimana membiayai pendidikan Ardan nantinya.
KEMBALI KE ARTIKEL