Sejak menjadi istri orang, hujan memiliki definisi berbeda bagi saya. Omong kosong soal kenangan. Apalagi duduk me time menikmati hujan sambil minum kopi dan mengenang mantan. Ada banyak hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan selama hujan. Sebab jika sudah reda, lain lagi masalah saya.
Paling tidak, ada empat cara menikmati hujan bagi ibu rumah tangga macam saya. Misalnya;
1. Mengangkat jemuran
Mendung memang tak berarti hujan tapi mendung alarm alam bagi saya agar siaga. Jemuran saya di teras depan. Sebagian besar terlindung dari hujan. Sisanya bisa basah kena tempias. Terutama saat hujan turun deras.
Sebelum kehujanan, saya memilah jemuran mana yang sudah kering. Menepikan yang masih basah. Menggeser jemuran aluminium lebih rapat ke tembok.
Masalahnya, pekerjaan ini kadang tidak bisa saya eksekusi. Sebelum repot mengangkat jemuran saya harus menerima fakta menyedihkan. Cucian bersih ini bahkan belum sempat dijemur. Duduk manis di dalam mesin cuci.
Ibu-ibu yang paham lamanya jarak cucian bersih dari mesin cuci sampai terbentang di jemuran, fix kita satu tim.
2. Memantau anak bermain hujan
Bermain hujan selalu menyenangkan bagi anak-anak. Terlebih di masa pandemi. Setahun terakhir, baru 2x kami berani bermain air di kolam renang. Satu sebab menginap di hotel. Dua berenang di embung pakawenon sebelah. Lainnya, kami memilih jaga jarak dari kerumunan.
Ini jadi senjata andalan anak-anak meminta ijin bermain hujan. "Kan, udah ga pernah berenang." Begitu salah satu anak membuka percakapan. Disusul alasan bosan di rumah, waktu bermain layar terbatas, tidak ada petir, mumpung hujannya deras sampai membandingkan saya dengan tetangga yang mengijinkan anaknya main hujan.
FYI, anak saya empat. Kebayang kalau keempatnya merengek minta main hujan semua. Saya bisa apa? Sebagai anak yang dibesarkan sambil main hujan, saya tahu betapa serunya itu.
Merasakan air turun dari langit  adalah keajaiban. Berdiri di bawah talang air rasanya bagai di air terjun. Seringkali saya ijinkan. Pantau saja sesekali. Setelahnya saya baru sadar. Cucian baju kotor beranak pinak setelah mereka bermain hujan.
Â
3. Mengantisipasi kebocoran
Dapur kami kadang disinggahi air hujan. Terutama saat deras. Bukan sebab bocor tapi daun-daun kering di atap yang menyumbat saluran air hujan. Akibatnya salah satu paflon dapur rembes. Tak kuat menahan beban air. Apalagi jika ia tahu beban hidup yang saya rasakan, duh.
Membersihkan daun di atap menjadi pekerjaan sampingan di musim hujan. Orang lain menyapu daun kering di halaman, bapak di sini menyapu daun kering di genteng. Itupun harus hati-hati agar genteng tidak terinjak terlalu kuat dan berakhir dengan bocor betulan.
Jika tugas ini terlewat, menyiapkan ember tadah rembesan jadi opsi cadangan. Satu tim dengan aneka lap dan pel kain. Bonus omelan panjang pendek tak beraturan soal siapa lalai bertugas mengamankan daun kering di atas sana.
4. Menghangatkan badan
Sudah kehujanan sepanjang perjalanan pulang masa iya sampai rumah suami masih kedinginan. Keterlaluan. Istri perlu siaga dengan kondisi ini di musim hujan. Misalnya dengan menyiapkan minuman atau makanan hangat kesukaan. Mie instan rebus misalnya.
Sebetulnya, kami punya aturan makan mie instan tak tertulis. Cukup sepekan sekali. Sayangnya, aturan ini kadang kami langgar berjamaah. Alasan turun hujan mungkin terdengar mengada-ada, sebab ada alasan lain yang lebih kuat. Â Yaitu tanggal tua sementara gajian masih lama.
Tapi memang benar kok, mie rebus dengan telur dan potongan cabe rawit selalu berhasil menghangatkan badan. Entah sebab musim hujan, kehujanan, sampai kelar main hujan.
Tampilannya mungkin tidak sama dengan bungkus mie instan favorit anda, tapi rasanya ah, mantap. Â Cobalah sesekali menikmatinya di tanggal muda agar tahu perbedaan toppingnya.
Ini empat cara saya menikmati musim hujan bersama keluarga. Keseruan dan pekerjaan ini tidak selalu ditemukan di musim lain. Itulah sebabnya hujan selalu istimewa. Ada doa favorit yang saya ajarkan pada anak-anak saat hujan.