Pagi itu, aku menggoreng emping
sambil berpikir,
apa kamu bahagia kalau kuberitahu
anak cucumu menyukainya,
buah tangan yang kau bawa dalam kardus bekas sarimi dan diikat tali rafia
dalam perjalanan Banyumas-Jogja
awal bulan lalu
Kuputuskan mengirim pesan digital.
Bercerita soal empingmu dan
bertanya, apa kamu membuatnya sendiri.
Sebab ada satu pohon melinjo besar
di belakang rumah kita
Kamu justru tertawa
dan berkata kamu menjualnya juga di marketplace
Alamak, aku punya ibu enam puluh tahun bergaul di shopee sana
selain hobi bermain gamelan
Oh ya, aku berhasil
menemukan kerudung coklatmu
Kain itu entah bagaimana masuk dalam pot bunga di bawah meja
tak kunjung kugunakan
sampai hampir tahun depan
Kau bilang itu benda kesukaan
Aku tahu harganya tak mahal
Warnanya mulai pudar
Kamu tersenyum kemarin
kuganti benda itu
dengan kerudung ungu baru
Bagus kok, katamu
Tapi kamu juga mengingatkanku untuk mengirim kerudung coklat lama itu
Apakah kamu tahu ibu,
benda lama itu kadang membosankan
dikenakan seharian
sampai lusuh dan bau bawang
tapi, esok di jemuran
sudah dikangeni lagi
Seperti rumah
dan hatimu
tempat pulang akan banyak kata
Tak lagi terang disampaikan
sejak rumah kita berbeda pintu
Menikah katamu perihatin
perih ing bathin
Simpanlah rapat dari orangtua
Tapi, kamu datang
mengacaukan rahasiaku
Kamu memanggilku Oshin sambil tertawa
sebab kerepotan empat anak ini
Kamu ke dapur dan bertanya, kapan terakhir kali aku membereskannya?
Kamu melipat bajuku dan memberikan saran,
aku sebaiknya tak membeli baju baru lagi
Lihatlah tumpukan ini.
Aku tertawa
aku tak akan berhasil menyembunyikan apapun darimu
sebab kamu adalah ibu,
selalu tahu.