Berkat kemenangan 2-0 atas Bournemouth, tim yang belakangan sedang naik daun, Sabtu (1/2) lalu, Virgil Van Dijk dkk bisa memperbesar jarak keuangan poin di puncak klasemen sementara, khususnya jika laju Arsenal, Chelsea dan Manchester City tersendat. Sebenarnya, ada banyak faktor yang menjadi sebab laju mulus Si Merah.
Tapi, dari berbagai faktor yang ada, kemampuan "mengatur napas" tim menjadi satu faktor krusial. "Mengatur napas" yang saya maksud di sini adalah mengatur prioritas dan menjaga ritme performa tim, layaknya sedang ikut lari maraton.
Kemampuan ini menjadi satu warna khas Liverpool di bawah arahan Arne Slot, yang bahkan terlihat dari performa dalam satu pertandingan. Ada saatnya tim bermain santai, dan ada saatnya juga bermain cepat.
Jika situasi buntu, pergantian pemain kerap menjadi solusi ampuh. Momen saat Curtis Jones mencatat assist untuk gol kedua Mohamed Salah ke gawang Bournemouth, menjadi contoh terbaru. Pemain jebolan akademi Liverpool itu turun sebagai pengganti di babak kedua, dan berkontribusi dalam gol tim.
Sebelumnya, Diogo Jota dan Darwin Nunez bahkan mampu mencetak gol yang menentukan hasil akhir di laga melawan Nottingham Forest dan Brentford. Kedua pemain depan ini mampu menjadi "supersub" buat tim.
Jika situasi relatif aman terkendali, pelatih asal Belanda itu juga terbiasa menarik pemain kunci di penghujung babak kedua. Selain itu, di ajang piala domestik maupun Liga Champions, para pemain muda kadang diberi kesempatan bermain.
Garis besar strategi tim di lapangan pun relatif sederhana: semakin cepat situasi dikontrol dan keunggulan diamankan, semakin leluasa ruang untuk merotasi pemain kunci. Berkat strategi ini, masalah cedera pemain di Liverpool relatif tidak sebanyak dulu.
Di era Juergen Klopp, strategi rotasi seperti ini sebenarnya ada, tapi karena intensitas permainannya selalu tinggi, tim kerap kehabisan bensin di akhir musim, dan rawan mengalami krisis cedera.
Satu hal lain yang membuat efek "seni mengatur napas" Liverpool makin ampuh adalah, keberanian sang pelatih "melepas" pertandingan yang tidak menentukan secara matematis. Hal ini misalnya terlihat dari kekalahan 2-3 The Kop atas PSV Eindhoven di Liga Champions.
Di laga terakhir babak penyisihan Liga Champions itu, sang pelatih berkepala plontos menurunkan sejumlah pemain cadangan. Langkah ini cukup bisa dimengerti, karena tim sudah pasti lolos otomatis ke babak 16 besar. Apapun hasilnya, sudah tak berpengaruh.
Langkah ini sekaligus menjadi satu strategi persiapan menuju laga melawan Bournemouth di Liga Inggris. Hasilnya, kemenangan 2-0 pun diraih, lewat sepasang gol Mohamed Salah.
Jika strategi "mengatur napas" ini bisa terus berjalan efektif, rasanya musim 2024-2025 akan menjadi musim yang terasa panjang. Bukan karena beragam kesulitan yang muncul, tapi karena The Reds bisa melangkah jauh dalam setiap kompetisi yang diikuti.
Akankah?