Uniknya, kemenangan atas juara bertahan Liga Champions dan Liga Inggris itu sama-sama diraih di Stadion Anfield. Skornya pun sama-sama 2-0.
Sepasang kemenangan di laga besar ini menandai mulusnya transisi kepelatihan, dari Juergen Klopp ke Arne Slot. Hebatnya, transisi ini bisa terjadi, tanpa bongkar pasang pemain secara besar-besaran.
Tapi, di balik transisi mulus ini, terdapat satu situasi dilematis, yang menyangkut masa depan tiga pemain pilar, yakni Mohamed Salah, Virgil Van Dijk, dan Trent Alexander-Arnold. Seperti diketahui, ketiganya dalam tahun terakhir kontrak, dan masih belum jelas kelanjutannya.
Ketidakjelasan ini muncul, karena manajemen Liverpool cukup ketat dalam menjaga struktur keuangan klub. Meski sekilas terkesan pelit, pendekatan ini belakangan menjadi relevan, karena Liga Inggris cenderung ketat soal kesehatan finansial klub.
Terbukti, klub-klub seperti Nottingham Forest dan Everton sudah pernah terkena sanksi pengurangan poin. Klub dengan fulus melimpah seperti Newcastle United dan Chelsea juga dipaksa pontang-panting menjaga keseimbangan neraca keuangan klub.
Selain itu, ada kebijakan memberi perpanjangan kontrak jangka pendek untuk pemain berusia 30 tahun ke atas. Jadi, normal kalau proses negosiasi perpanjangan kontrak Virgil Van Dijk dan Mohamed Salah cenderung lambat.
Dari ketiganya Trent Alexander-Arnold paling berpeluang mendapat perpanjangan kontrak jangka panjang. Dengan usianya yang masih 26 tahun, kemampuan dan status pemain lulusan akademi klub, TAA jelas masih jadi bagian penting dalam rencana jangka panjang klub.
Masalahnya, Virgil Van Dijk dan Mohamed Salah sama-sama sudah berusia 30-an tahun. Keduanya juga sama-sama menjadi pemain bergaji tinggi di klub. Salah bergaji 350 ribu pounds per pekan, sementara Van Dijk bergaji 220 ribu pounds per pekan.
Otomatis, klub akan berusaha tetap berpegang pada kebijakan soal struktur gaji dan kontrak. Memang, pada masa lalu, klub sempat melanggar kebijakan soal struktur gaji, tepatnya saat memperpanjang kontrak Salah pada tahun 2022 silam.
Tapi, kali ini kecil kemungkinan "pelanggaran" serupa kembali dilakukan. Sekalipun pemain asal Mesir ini seperti biasa tampil konsisten, terlalu riskan kalau struktur gaji harus kembali diubah drastis.
Dengan riwayat kebugaran Salah yang relatif jarang cedera dan konsisten mencetak gol maupun assist, perpanjangan kontrak mungkin menjadi satu konsekuensi logis.
Masalahnya, FSG selaku pemilik Liverpool hampir tak pernah melanggar aturan sendiri. Roberto Firmino dan Gini Wijnaldum yang konsisten saja akhirnya pergi setelah kontraknya tak diperpanjang. Sadio Mane bahkan dijual ke Bayern Munich.
Di satu sisi jika Salah dan Van Dijk pergi, ini adalah satu kehilangan besar. Van Dijk terbukti mampu memimpin tim dan bangkit, setelah pernah mengalami cedera lutut parah.
Tapi, dalam perspektif proyek olahraga, kepergian Salah dan Van Dijk menjadi satu hal yang pasti akan terjadi suatu saat. Ini adalah satu bagian dari siklus pembaruan yang selalu terjadi.
Selebihnya, tinggal bagaimana manajemen The Reds bisa mengambil keputusan yang tepat dan bijak. Kalau pembaruan baru dilakukan saat sudah terjadi penurunan, butuh waktu lebih lama untuk bisa kembali ke level atas.