Maklum, meski sudah belanja pemain jor-joran, performa Setan Merah masih terbilang medioker. Meski hanya sekali kalah, 4 hasil imbang memberi catatan tanpa kemenangan di 5 pertandingan terakhir di berbagai kompetisi.
Berangkat dari performa minor ini, keraguan soal masa depan pelatih Erik Ten Hag pun kembali mengemuka. Meski masih selamat dari pemecatan, posisinya terlihat rawan, karena terus dievaluasi tiap 2-3 pertandingan.
Praktis, kalaupun ada alasan yang membuat eks pemain Ajax Amsterdam bisa bertahan, itu lebih karena MU enggan membayar kompensasi sebesar 17,5 juta pounds. Jadi, manajemen MU akan berusaha mengulur waktu, sambil mencari celah momentum yang pas untuk mendepak sang pelatih.
Sebenarnya, sejak sedekade terakhir, klub sudah mengeluarkan total dana kompensasi pemecatan pelatih sebesar 70 juta pounds, dengan Jose Mourinho (19,6 juta pounds) sebagai rekor termahal.
Dengan kondisi keuangan klub yang cukup kuat, sebenarnya ini tak akan jadi masalah, tapi, akibat performa tim yang naik-turun dan beberapa kali mentok di fase grup, bahkan absen di Liga Champions, kekuatan finansial itu makin tergerus.
Meski belakangan masih bisa belanja pemain secara jor-joran, The Red Devils mulai mengimbanginya dengan menjual pemain atau tidak memperpanjang kontrak pemain bergaji mahal.
Dengan semakin ketatnya aturan kesehatan finansial klub di Liga Inggris, mereka tak bisa lagi mendepak pelatih sesukanya. Apalagi, kebanyakan pelatih berpengalaman cenderung lebih suka bertugas sejak awal musim, bukan saat kompetisi sudah bergulir.
Karena itulah, manajemen Setan Merah sudah langsung menempatkan Ruud Van Nistelrooy (asisten pelatih) dalam posisi "standby". Jadi, ia bisa langsung bertugas sebagai pelatih interim andai Ten Hag dicopot.
Kebetulan, meski baru punya pengalaman semusim sebagai pelatih kepala di level senior, yakni saat membawa PSV Eindhoven juara Piala KNVB musim 2022-2023, eks pemain Timnas Belanda itu cukup paham kondisi internal klub, karena pernah menjadi ujung tombak tim, antara tahun 2001-2006.
Dengan kata lain, eks asisten pelatih Timnas Belanda ini berpotensi mengulang situasi saat klub mendatangkan Ole Gunnar Solskjaer, yang juga pernah menjadi pemain, walau berakhir kurang mengenakkan, dan (seperti pelatih United pasca-Ferguson lainnya) diwarnai posisi tak nyaman pada prosesnya.
Sepintas, langkah ini memang logis, karena menjadi persiapan untuk merekrut pelatih berpengalaman di musim panas. Manajemen klub yang dipimpin Sir Jim Ratcliffe juga diketahui sudah membidik Thomas Tuchel (Jerman) sebagai kandidat.
Masalahnya, siklus bongkar pasang yang sudah terjadi di Old Trafford justru memperlihatkan, seberapa kacau situasi internal tim. Kekacauan itu bahkan masih terlihat, sekalipun sudah "membajak" Omar Berrada (CEO) dari Manchester City, plus Dan Ashworth (Direktur Olahraga) dari Newcastle United.
Memang, ada ide filosofi permainan yang coba dibangun Erik Ten Hag, tapi United sudah lama lekat dengan permainan pragmatis.
Ada juga upaya mengorbitkan pemain muda dari akademi, dengan Alejandro Garnacho dan Kobbie Mainoo sebagai contoh terbaru. Masalahnya, pemain seperti ini cenderung kurang konsisten setelah awal menjanjikan. Marcus Rashford dan Mason Greenwood menjadi kasus paling kelihatan di era terkini.
Pada era Sir Alex Ferguson, Manchester United juga punya program latihan keras dan disiplin tinggi, tapi itu hilang dalam sedekade terakhir. Sebenarnya, metode latihan keras dan disiplin pernah coba diterapkan Erik Ten Hag.
Tapi, performa inkonsisten klub yang belakangan cenderung medioker di Liga Inggris, malah membuat metode pelatih asal Belanda itu terlihat seperti pencitraan.
Dengan situasi rumit dan problematik di Teater Impian, mendepak ETHRUU mungkin terlihat seperti satu solusi, tapi ini malah memperlihatkan, seberapa parah siklus kekacauan yang ada.
Jadi, tidak mengejutkan kalau pelatih tetap MU setelah David Moyes hanya bisa bersinar di tahun pertama. Selebihnya sangat kacau, dan itu masih terus berulang.