Slot, yang didatangkan dari Feyenoord Rotterdam sebenarnya adalah kandidat pelatih alternatif, selain Xabi Alonso (Bayer Leverkusen) dan Ruben Amorim (Sporting Lisbon).
Tapi, dirinya mampu menciptakan awalan impresif, dengan mencatat 9 kemenangan di 10 pertandingan kompetitif  pertamanya di Liverpool, termasuk kemenangan 1-0 atas Crystal Palace, Sabtu (5/10) berkat gol tunggal Diogo Jota.
Berkat performa ini, Si Merah masih melaju di Carabao Cup, duduk di puncak klasemen sementara Liga Inggris, dan bersaing di babak penyisihan Liga Champions.
Uniknya, pelatih berkepala plontos ini hanya mendatangkan satu pemain baru, yakni Federico Chiesa (dari Juventus) dengan harga 12,5 juta pounds. Selebihnya, hanya memanfaatkan tim warisan Juergen Klopp.
Untuk ukuran pelatih baru di sebuah klub besar dan liga top Eropa, ini termasuk "sederhana". Tidak seperti Erik Ten Hag, sesama pelatih asal Belanda, yang tiap tahun rutin belanja ratusan juta pounds sejak melatih Manchester United.
Tapi, di balik kesederhanaan itu, ada satu kompleksitas, yang mampu membuat The Kop terlihat berbeda. Tidak ada lagi kengototan khas sepak bola "heavymetal" seperti di era Juergen Klopp.
Liverpool versi Arne Slot bermain lebih terstruktur, lengkap dengan improvisasi dan perubahan taktik saat dibutuhkan.
Karena itulah, Mohamed Salah dkk kadang bisa menang dengan bermain cantik, seperti saat membantai Manchester United 3-0 di Old Trafford, dan kadang mencatat "ugly win" seperti saat mengalahkan Crystal Palace 1-0.
Di sini, Slot tampaknya sudah cukup banyak belajar dari kekalahan 0-1 dari Nottingham Forest. Tidak selamanya rencana taktik utama bisa berjalan secara ideal, dan jika itu terjadi, main jelek sekalipun tidak masalah, yang penting bisa cetak gol dan menang.
Gaya komunikasi eks pelatih AZ Alkmaar ini memang tidak seekspresif Klopp, tapi kelugasan di depan awak media dan kemampuan mengontrol ruang ganti tim membuktikan, ia sudah cukup kapabel.
Kompleksitas sederhana ala pelatih asal Belanda ini juga terlihat, dari kemampuannya memoles kemampuan pemain seperti Luis Diaz dan Ryan Gravenberch.
Terbukti, berkat polesannya, Luis Diaz mulai rajin mencetak gol dan assist, sementara Gravenberch yang musim lalu kesulitan tampil reguler, berkembang menjadi gelandang elegan seperti saat masih di Ajax Amsterdam.
Bersinarnya Gravenberch bahkan menjadi sebuah perubahan yang membuat Kopites malah bersyukur karena Martin Zubimendi (Spanyol) menolak pindah ke Anfield. Andai pemain Real Sociedad itu bergabung, mungkin Gravenberch tak akan mencuat lagi.
Tugas serupa tampaknya juga sedang dikerjakan pada Darwin Nunez, karena pemain Uruguay itu masih jarang tampil. Sebelumnya, Slot pernah berhasil memoles Santiago Gimenez di Feyenoord. Alhasil, penyerang Meksiko itu menjadi penyerang tajam di Eredivisie Belanda.
Seperti diketahui, Nunez tak sempat ikut tur pramusim Liverpool, karena bermain di Copa America 2024, dan mendapat libur ekstra imbas insiden kericuhan di tribun penonton.
Jika semuanya berjalan lancar, rasanya kita akan segera melihat La Pantera versi klinis, dengan tingkat efektivitas berbeda dari biasanya.
Berhubung perjalanan masih panjang, sepertinya kita masih akan melihat kejutan-kejutan lain dari kompleksitas sederhana ala Arne Slot.
Meski bukan seorang perfeksionis berat seperti Pep, kesederhanaan kompleks yang dihadirkan Arne Slot di Liverpool menjadi satu daya tarik tersendiri, karena ia membangun tim dengan memperbarui sistem permainan dan taktik secara umum, sambil memoles kemampuan pemain yang ada, tanpa belanja jor-joran.
Pendekatan ini jelas melawan tren belanja pemain jor-joran, tapi bisa menjadi tren jika sukses besar. Menarik disimak, sejauh mana perjalanan Arne Slot, dalam tahun pertamanya di Liverpool.