Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

Kritik di Ruang Kreatif, antara Madu dan Racun

8 September 2024   16:29 Diperbarui: 8 September 2024   16:30 81 5
Sejak mulai "nyemplung" di ruang kreatif medio 2015-2016, atau tepatnya sejak lulus kuliah, ada beragam warna yang sudah saya jumpai, termasuk kritik. Mulai dari yang memang bersifat konstruktif sampai toksik, semua menjadi satu bagian dari sebuah proses, yang sampai sekarang masih berjalan.

Sebelum akhirnya menemukan rasa nyaman dan ruang bebas sebagai "tukang nulis", saya sempat mencicipi sebentar pengalaman sebagai pembuat meme lucu. Pada awalnya, ini cukup bisa dinikmati, karena ada ruang improvisasi dan berkreasi cukup nyaman.

Selama itu lucu dan tepat sasaran, seharusnya tidak ada masalah. Tapi, dalam perjalanannya, berkreasi di ruang visual malah menampilkan sisi tidak sehat yang cukup ekstrem, karena kesempurnaan, detail dan orisinalitas berkembang menjadi sebuah obsesi kosong.

Alhasil, saya lalu banting setir ke ruang merangkai kata, yang justru lebih sehat dalam hal memberi kritik atau saran. Bentuknya bukan lagi obsesi kosong, karena biasa disampaikan secara tuntas.

Berkat kebiasaan "berpendapat secara tuntas" ini, ada ruang untuk belajar sekaligus melakukan, yang pada gilirannya menjadi "madu", yang membantu tumbuh kembang sebagai seorang penulis.

Sekalipun pada prosesnya (hampir semua) berjalan secara otodidak, kebiasaan sehat ini ternyata juga bisa berguna, khususnya saat ada perilaku atau kebiasaan tidak sehat dari segelintir oknum di komunitas.

Ada inisiatif untuk bersuara, tapi ada juga keberanian untuk menerima (kembali) pendapat yang ditolak seperti menyambut baik pendapat yang diterima.

Seiring berjalannya waktu, level kritik dan saran yang diterima pun tidak lagi hanya berkutat di urusan teknik dasar, seperti ejaan, tanda baca atau struktur tulisan. Sifatnya lebih halus, tapi lebih ampuh, karena langsung menyasar target utama dan urusan yang jauh lebih penting.

Jika ada kritik yang ingin disampaikan, itu hanya disampaikan seperlunya, dalam situasi yang dianggap sudah sangat urgen. Jadi, semua orang akan tahu, ini memang "penting" atau "mendesak".

Tujuannya tentu bukan untuk kebanggaan personal, tapi untuk kebaikan bersama, dengan dampak luas.

Kritik pada aspek dasar kadang masih diperlukan, tapi jika itu malah menjadi satu obsesi, dan selalu jadi objek "sasaran tembak" untuk menunjukkan kelemahan orang lain, itu malah akan menghambat.

Meski dari luar terlihat keren, terlihat kuat di aspek elementer malah menunjukkan titik rawan di aspek lainnya. Kalau tidak cepat disadari, tidak butuh waktu lama untuk mentok dengan sendirinya.

Ibarat seorang pemain sepak bola, ia terlalu fokus pada aspek kemampuan individu, tapi lupa memperhatikan aspek lain yang tak kalah penting, seperti intelegensi, fisik, teknik, taktik, disiplin, dan kerjasama tim. Kalau ternyata kemampuan individu yang dibanggakan tidak istimewa, selesai sudah.

Kritik di ruang kreatif (seharusnya) adalah satu hal konstruktif yang bisa membantu orang-orang di dalamnya makin berkembang, baik secara teknis maupun personal.

Kalau ternyata toksik dan merusak, itu layak untuk diabaikan, karena menulis pada dasarnya adalah satu proses tumbuh kembang secara berkelanjutan, bukan kompetisi jangka pendek yang sifatnya "sekali berarti sudah itu mati".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun