Secara performa, tim asuhan Didier Deschamps sebenarnya masih belum meyakinkan. Hanya mencetak 3 gol dari 4 pertandingan, dengan 2 gol diantaranya berasal dari gol bunuh diri lawan dan 1 sisanya berasal dari tendangan penalti.
Untuk ukuran tim unggulan yang bertabur bintang seperti mereka, performa ini jelas belum maksimal. Belum ada lagi serangan eksplosif yang biasa kita lihat.
Situasi juga terlihat meragukan, karena Kylian Mbappe, bintang utama mereka, bertanding dengan mengenakan topeng pelindung. Seperti diketahui, penyerang baru Real Madrid itu mengalami patah tulang hidung, akibat berbenturan dengan Kevin Danso saat menghadapi Austria.
Beruntung, di balik serangan yang melempem, Les Bleus masih punya pertahanan tangguh, yang bahkan terlihat "lebih Italia dari Italia itu sendiri". Saking kuatnya, Gawang Mike Maignan baru sekali kebobolan, itupun lewat tendangan penalti Robert Lewandowski (Polandia) di laga terakhir fase grup.
Secara kualitas materi pemain, performa ini sebenarnya tidak mengejutkan, karena selain punya Maignan menjadi kiper utama AC Milan, ada duet palang pintu William Saliba (Arsenal) dan Dayot Upamecano (Bayern Munich) yang cepat dan kuat.
Tapi, soliditas itu baru benar-benar menjadi sempurna, ketika ada sosok N'Golo Kante, yang berada tepat di depan lini belakang. Gelandang Al Ittihad ini mampu menjadi penghubung lini belakang dan tengah tim, sekaligus pemutus aliran bola lawan.
Peran ini kurang lebih mirip dengan yang dulu pernah ditampilkan Claude Makelele di Timnas Prancis. Bedanya, Makelele cenderung statis, jarang ikut naik membantu serangan, sementara Kante sering ikut naik-turun membantu serangan.
"Peran Makelele" versi dinamis ini membuat eks pemain Chelsea seperti ada dimana-mana, dan di saat kondisi Mbappe membuat tim ketar-ketir, kehadiran dan kontribusinya memberi rasa aman.
Memang, pemanggilan pemain kelahiran tahun 1991 ini ke Euro 2024 awalnya dipertanyakan, tapi semua itu mampu dibayar lunas dengan sepasang penghargaan Man Of The Match dalam partai melawan Austria dan Belanda.
Penampilan prima Kante di Jerman juga seperti menegaskan, inilah satu bagian penting yang hilang dalam sistem permainan ala Didier Deschamps, saat Kylian Mbappe dkk takluk di final Piala Dunia 2022. Di Qatar, pemain murah senyum ini terpaksa absen karena cedera.
Meski bukan mencetak gol atau assist, dua aspek yang biasa disorot media, eks pemain Leicester City ini seperti mendapat "blessing in disguise" dari cedera hidung Mbappe.
Namanya yang biasa tersembunyi di balik sinar terang para penyerang kini berada dalam sorotan, karena pemain keturunan Mali ini mampu bersinar terang, di tengah loyonya daya dobrak lini serang Prancis.
Andai performa Kante tetap prima, dan Les Bleus bisa melaju jauh di Jerman, tak mengejutkan kalau namanya akan jadi kandidat, bahkan terpilih menjadi pemain terbaik turnamen.
Mungkin, ini terlihat seperti sebuah antitesis, karena gol dan assist kerap jadi parameter, tapi ketika pemain bertahan menjadi pemain terbaik turnamen (seperti pada kasus Gianluigi Donnarumma di Euro  2020) seharusnya ini bisa jadi edukasi bagus buat pecinta sepak bola, khususnya generasi kekinian, bahwa sepak bola bukan sebatas urusan mencetak gol atau assist, tapi juga berkaitan dengan aspek bertahan.
Akankah Kante dan Timnas Prancis melangkah jauh di Euro 2024?