Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Liverpool, Diantara Dua "A"

6 Maret 2024   21:20 Diperbarui: 6 Maret 2024   21:22 149 10
Setelah Juergen Klopp mengumumkan rencana mundur di bulan Januari 2024 silam, manajemen Liverpool bergerak mencari sosok penerus ideal. Dari beberapa nama yang beredar di media, nama Xabi Alonso dan Ruben Amorim muncul sebagai kandidat serius.

Untuk ukuran pelatih, usia keduanya masih tergolong muda. Amorim berusia 39 tahun, sementara Alonso berusia 42 tahun.

Meski masih tergolong hijau, keduanya sama-sama mampu bersinar di tim yang secara materi pemain relatif biasa, dan berada di bawah bayang-bayang tim raksasa lokal.

Ruben Amorim mampu "mengembalikan" posisi Sporting Lisbon sebagai pesaing sepadan Porto dan Benfica. Sejak bertugas sebagai pelatih tahun 2020, eks pemain Benfica ini mampu membawa Si Singa meraih 1 gelar Primeira Liga Portugal (musim 2020-2021) 2 gelar Piala Liga Portugal (2020-2021 dan 2021-2022).

Capaian juara liga ini sekaligus memecah duopoli Benfica dan Porto yang sudah berlangsung sejak musim 2002-2003. Tapi, sebelum berprestasi di klub masa muda Cristiano Ronaldo itu, eks pemain Timnas Portugal ini sudah lebih dulu sukses membawa Braga juara Piala Liga Portugal musim 2019-2020.

Dengan profil seperti itu, ditambah gaya main yang mengandalkan pressing ketat seperti Juergen Klopp, wajar jika manajemen Liverpool tertarik. Mereka bahkan berencana mewawancarai sang pelatih dalam waktu dekat.

Sementara itu, Xabi Alonso yang sedang melaju kencang bersama Bayer Leverkusen di Bundesliga Jerman sebenarnya menjadi kandidat terdepan.

Manajemen Liverpool bahkan diketahui sudah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan eks pemain Timnas Spanyol itu, dan bersiap menawarkan kontrak selama tiga tahun.

Selain karena moncer bersama Bayer Leverkusen, Alonso pernah bermain di Liverpool, dan menjadi salah satu pencetak gol di final Liga Champions musim 2004-2005, kala Si Merah meraih trofi Liga Champions kelima mereka dalam laga epik bertajuk "Keajaiban Istanbul" melawan AC Milan.

Bisa dibilang, selain karena pertimbangan teknis, ikatan personal sebagai legenda klub kadang menjadi nilai plus, meski bukan kriteria wajib, karena bagian terpentingnya adalah bisa membantu klub membangun kedekatan lebih baik dengan suporter.

Kriteria ini memang cukup spesifik, tapi sudah mewarnai sebagian besar era kepemilikan FSG di Anfield, dan terbukti sukses meraih prestasi.

Sebelum panen prestasi bersama Juergen Klopp, Liverpool juga pernah ditangani Sir Kenny Dalglish (2011-2012). Torehan 1 trofi Piala Liga dan lolos ke final Piala FA menjadi prestasi Steven Gerrard dkk, sayangnya, periode kedua sang legenda kala itu berakhir suram, karena The Kop hanya finis di posisi 8 Liga Inggris.

Dengan profil Alonso dan Amorim yang sama-sama jago taktik dan masih muda, The Reds jelas punya pandangan jangka panjang. Paling tidak, siapapun pengganti Klopp nanti, dia bisa bertahan cukup lama di tim.

Masalahnya, Si Merah bukan satu-satunya klub yang membidik Alonso dan Amorim sebagai pelatih baru. Bayern Munich juga membidik mereka berdua sebagai pengganti Thomas Tuchel yang akan hengkang juga di musim panas 2024.

Situasi bahkan terlihat lebih rumit untuk Amorim, karena pelatih kelahiran tahun 1985 ini juga masuk radar Barcelona, Chelsea dan Manchester United.

Jadi, manajemen Liverpool perlu gerak cepat, dan memastikan, siapapun pengganti Klopp nanti, ia akan diberi cukup waktu untuk berproses.

Jika melihat kebiasaan manajemen klub dan suporter yang cenderung "santai" soal ekspektasi, seharusnya ini bukan perkara sulit. Seorang Juergen Klopp saja baru meraih trofi pertama di Liverpool setelah hampir empat tahun bertugas.

Dengan rekam jejak seperti ini, dan profil klub sebagai salah satu tim besar Eropa, seharusnya Liverpool bisa menjadi opsi menarik buat Alonso dan Amorim, karena tekanan yang ada tak seseram tim besar pada umumnya.

Kalaupun pelatih baru nanti membutuhkan waktu untuk adaptasi atau semacamnya, itu cukup bisa dimengerti. Apalagi, kalau si pelatih baru pertama kali melatih di Liga Inggris.

Selebihnya, tinggal bergantung pada bagaimana proses dan progres itu berjalan di tempat latihan, bursa transfer maupun lapangan hijau, karena bagian-bagian inilah yang paling menentukan, bukan opini atau prediksi rasa ekspektasi dari media atau suporter, yang justru bisa menjadi toksik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun