Begitulah yang belakangan ini kualami, terutama dalam setahun terakhir. Sebuah tahun penuh perjumpaan dengan teman-teman lama.
Ada yang sudah menempuh hidup baru, ada yang masih berjuang mengobati lukanya, dan ada juga yang membawa wujud kotak pandora. Mereka membawa warna dan gambar kisah masing-masing, lengkap dengan berbagai plot twist masing-masing.
Kotak pandora ini menjadi cerita teraneh yang datang. Jumlahnya bukan hanya satu, tapi dua.
Ada yang membawa rasa sakit dan luka pasungan masa lalu, tapi membungkusnya dalam kegembiraan dan kebebasan. Kalau setelah itu dia move on, mungkin tak masalah. Tapi, kalau ternyata tidak, itu sungguh membuat pusing.
Tak ada yang salah dari sebuah niat baik untuk menjadi pendengar dan membalas budi, tapi jika seorang pendengar malah berlanjut jadi tempat pelarian, itu adalah awal satu bencana baru.
Semua dimulai dan akan berakhir begitu saja. Datang dan pergi semaunya, dengan bumbu sedikit sifat permen karet: habis manis dibuang.
Apa boleh buat, tidak ada ruang untuk berharap barang sedikit, karena kita tidak pernah tahu, apa yang akan dihadirkan dari kotak pandora. Memang, tidak selamanya dia membawa hal buruk, tapi tidak ada yang bisa mengatur, apa yang harus dibawanya, dan apa yang akan dia berikan.
Tentu saja, tak ada yang pantas diharapkan di sini. Kalau ternyata dapat hadiah, anggap saja seperti undian berhadiah: dapat ya syukur, tak dapat ya sudah.
Nikmati saja, tapi jangan berharap apapun. Tetap pada tujuan awal: menjadi kawan yang bisa hadir dan membantu saat dibutuhkan. Sisanya, biarlah itu berjalan sesuai alur saja.
Bukan karena aku ingin jadi pengecut, tapi karena ada kotak pandora lain yang datang. Dia juga membawa serta nuansa gelap dan pahit, dibalik isi kepala semahal berlian.
Seperti biasa, aku hanya perlu mendengarkan sampai tuntas, seperti memutar album kaset pita. Begitu semua lagu selesai berputar, selesai sudah.
Sebagai seorang teman lama, aku tak keberatan meluangkan waktu jika ada, tapi aku tak ingin membiarkan dia menyetirku lebih jauh. Tubuh ini sudah terlalu butut untuk jadi kendaraan.
Jangan sampai juga, aku berakhir jadi selembar kain pel. Tubuh ini baru saja pulih dari rasa sakit beruntun, dan aku masih perlu berusaha menemukan lagi sentuhan dan rasa nyaman sebelum sakit.
Aku menyukai ruang bebas ini, tapi kalau ada seseorang dengan terlalu banyak ide, tapi hanya bisa menyuruh orang lain mewujudkannya, ini hanya akan jadi toksik.
Terlalu banyak koreksi untuk hal yang seharusnya bisa dilakukan sendiri, dan akan ada rasa sakit baru, ketika tingkat kecerdasan dan hal-hal akademis menjadi alasan untuk tidak setara.
Mungkin, langkah selanjutnya akan terlihat pahit dan kejam, tapi inilah satu latihan untuk mengenal batasan dan berkata tidak, ditengah lingkungan yang sulit membuat kata itu terucap dan batasan kadang hanya dianggap sebagai satu alasan.