Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu, Sebuah Uji Kewarasan

1 November 2023   15:25 Diperbarui: 1 November 2023   15:46 215 9
Pemilu 2024 memang baru akan berlangsung pada 14 Februari mendatang, tapi suasana "panas" sudah makin terasa sejak tiga calon pasangan Capres-Cawapres mendaftar ke KPU di bulan Oktober 2023.

Di lingkup personal saja, suasana panas itu sudah ada di mana-mana. Tiada hari tanpa bertemu postingan soal Capres-Cawapres atau drama seputar pemilu, lengkap dengan bumbu-bumbunya di medsos.

Kalau tidak bersumbu pendek, seharusnya drama elektoral ini bisa jadi satu momen edukasi politik, atau minimal mendapat hiburan. Kebetulan, di balik wajah seriusnya, Pemilu (khususnya Pilpres) kadang punya sisi jenaka, yang kadang bisa membuat pelawak handal kalah set.

Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang cenderung reaktif dan terlalu bias, sehingga suasana jadi kurang sehat. Kekacauan yang ada semakin sempurna, karena banyak hoax yang muncul dan ditelan mentah-mentah sebagai satu kebenaran.

Apa boleh buat, semua jadi serba salah. Diam atau mengekspresikan pandangan secara jujur, ujungnya tetap salah.

Andai ini Salah yang main di Liverpool, pasti menyenangkan untuk ditonton. Sudah rajin mencetak gol, jarang keseleo, orangnya soleh juga. Paket lengkap.

Sayangnya, ini salah yang menyebalkan.
Diam kadang dianggap sikap penakut, sementara kalau berani berekspresi tapi beda pendapat sedikit saja, bisa memicu debat kusir sampai lebaran kuda.

Fenomena ini sudah terjadi di dua Pemilu terakhir, dengan suasana kurang lebih sama. Berhubung momen ini adalah sebuah hat-trick, kita hanya bisa menduga: jangan-jangan fenomena inilah yang membuat Bacapres Prabowo Subianto terinspirasi mencatat rekor hat-trick sebagai peserta Pilpres.

Kalau rakyat Indonesia bisa membuat hat-trick Pemilu yang heboh dan panas, membuat hat-trick ikut Pilpres seharusnya bukan perkara sulit. Kadang, rakyat bisa menginspirasi mereka yang di "atas", tapi tidak banyak tokoh bangsa yang mau mengakui secara gamblang.

Secara kasat mata, kehebohan dan suasana panas ini terlihat bagus, karena menggambarkan seberapa tinggi antusiasme soal Pilpres, Pemilu, dan berbagai drama di sekelilingnya.

Jadi, jangan kaget kalau di sekitar kita ada begitu banyak ahli politik dadakan, yang tiap hari tak lelah mengirim postingan, beropini, bahkan saat orang sebenarnya sudah enggan menerima.

Dengan begitu banyaknya informasi dan opini yang beredar, menjadi tetap waras adalah satu ujian tersendiri. Bukan berarti apatis, tapi ada saatnya untuk tidak terlalu larut dalam kegaduhan, apalagi menjadi terlalu fanatik.

Jangan lupa, saat rakyat di bawah sibuk ggontok-gontokan hanya karena beda pilihan, para kandidat yang dibela habis-habisan toh bisa makan bersama dengan akrab dalam satu meja di Istana Negara.

Pada masa lalu, ada Prabowo Subianto yang bersaing sengit dengan Jokowi di Pilpres, tapi digaet menjadi Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju. Prabowo bahkan gantian menggandeng Gibran Rakabuming Raka (putra sulung Jokowi) sebagai duet di Pemilu 2024. Dinamis sekali.

Dengan sifat politik yang dinamis, rival dan kawan memang bersifat temporer. Suatu saat bisa bertukar posisi, atau bahkan menjadi rekan. Satu-satunya yang permanen dalam politik hanya kepentingan.

Selama hal mendasar ini tidak diedukasi secara serius di masyarakat, selama itu juga momen Pemilu dan Pilpres masih akan jadi sebuah ujian untuk tetap waras, karena kegaduhan yang ada sudah terlalu toksik.

Padahal, yang terlibat di sini adalah saudara sebangsa, dan tujuan pesta demokrasi ini adalah untuk adu program, adu gagasan, demi kemajuan bersama, bukan adu domba.

Jadi, sampai kapan mau ribut terus tiap ada Pemilu?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun