Saya sendiri termasuk orang yang santai, karena memang tidak berharap banyak. Dapat ya berangkat, kalau tidak ya duduk manis di rumah. Saya tidak punya pintu kemana saja milik Doraemon atau bisa terbang seperti Gatotkaca, untuk bolak-balik dari Yogyakarta ke Jakarta dalam sekejap.
Jujur saja, ketika nama-nama nominee diumumkan admin Kompasiana, saya langsung gerak cepat memilih nama yang saya kenal, baik karena pernah bertemu langsung, berinteraksi di media sosial, atau keduanya.
Dari nama-nama yang saya pilih, nama Ikrom Zain menjadi salah satunya. Kami kadang berinteraksi di media sosial, dan pernah sekali waktu bertemu langsung, di Kompasianival tahun 2019.
Saya ingat, waktu itu Mas Ikrom juga masuk nominasi "Best In Citizen Journalism" di Kompasiana Awards, sama seperti tahun 2023. Prosesnya pun sama: dia dicalonkan Kompasianer lain tanpa sepengetahuan dirinya, bukan mencalonkan diri.
Soal kualitas dan konsistensi sebagai "Citizen Journalist", Kompasianer asal Malang ini memang stabil. Jadi, ini pilihan aman. Makanya, saya dengan iseng mengirim pesan "minta izin" untuk memilihnya, dan kami pun bertukar pesan sambil bercanda.
Biasanya, orang yang masuk nominasi penghargaan seperti ini akan langsung membuat posting di media sosial. Entah dalam bungkus kata "bersyukur" atau langsung kampanye secara frontal, muaranya tetap saja judul lagu yang dipopulerkan Krisdayanti: "Pilihlah Aku".
Ada juga yang tanpa malu-malu berkirim pesan kesana-kemari, dan mendadak terlihat lebih akrab dari biasanya. Tidak ada yang salah, karena ini memang bagian dari dinamika.
Perubahan sikap ini bisa dimengerti, karena belum tentu kesempatan yang sama akan datang lagi tahun depan. Uniknya, ini tidak terjadi ketika Mas Ikrom saya beri tahu kalau dirinya masuk nominasi. Malah, awalnya dia tidak percaya.
Setelah dicek dan benar namanya ada dalam daftar nominasi, berikut fotonya, rasa tidak percaya itu justru berubah jadi rasa heran. Hasilnya adalah respon seperti pada gambar tangkapan layar Instagram Story di atas.
Saya sendiri lalu berinisiatif membantu, dengan menyampaikan masukkan ini ke admin Kompasiana, dan membuat tulisan ini, setelah minta izin pada yang bersangkutan.
Lebih jauh, Mas Ikrom juga menyebut, ini agak kurang adil buat Kompasianer yang sudah rajin dan serius menulis, terutama mereka yang mampu konsisten menghadirkan tulisan berkualitas.
Dalam posisinya yang belakangan lebih banyak aktif di media sosial, rasa heran sang nominee ini bisa dimengerti. Saya sendiri saja masih tidak cukup percaya diri, meski tahun ini sudah mulai kembali terbiasa menulis secara rutin di Kompasiana.
Jangankan menominasikan Kompasianer lain, untuk tahun ini, menominasikan diri sendiri saja saya masih tidak berani.
Saya kadang masih terengah-engah untuk menulis satu artikel sehari, dan bukan tipikal Kompasianer yang suka blogwalking, karena mata sudah terlanjur kelelahan setelah menulis.
Kedua karakteristik itu jelas bukan tandingan mereka yang rajin blogwalking sepanjang waktu, dan kuat menulis sampai ratusan artikel dalam sebulan.