Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Reformasi Birokrasi, Dimulai dari PNS?

16 September 2023   15:24 Diperbarui: 16 September 2023   15:28 162 5
Bicara soal profesi di Indonesia, menjadi Pegawai Negeri Sipil mungkin menjadi satu  profesi dengan atribut serba menarik. Saking menariknya, profesi ini sampai punya label sebagai satu "profesi idaman mertua".

Maklum, ada jenjang karier, tunjangan dan jaminan masa pensiun yang jelas. Secara finansial, kestabilan gaji pokok PNS juga sudah teruji di situasi sulit.

Di masa pandemi beberapa waktu lalu, PNS menjadi satu dari sedikit profesi yang relatif bebas dari tren pemotongan gaji pokok dan PHK besar-besaran di Indonesia.

Makanya, seleksi CPNS hampir selalu laris manis tiap kali dibuka. Pada tahap ini, latihan bimbel dan buku soal tes CPNS benar-benar jadi dagangan laris. Tak peduli itu paket soal asli atau abal-abal, selalu saja ada yang beli, semahal apapun harganya.

Tapi, ketika Tunjangan PNS Dihapus, lalu diganti dengan sistem "single salary" dan grading, alias gaji tunggal dan penilaian kinerja, semua jelas tak akan lagi sama.

Kalau melihat situasinya, rencana pemerintah ini merupakan satu upaya reformasi birokrasi, yang memang sudah dicanangkan Presiden Jokowi sejak beberapa tahun terakhir.

Dengan menyederhanakan anggaran belanja negara untuk PNS, skema kerja yang cenderung berbelit bisa lebih disederhanakan, supaya bisa lebih efektif dan efisien, dengan hasil optimal. 

Kalau ada yang simpel, kenapa harus dibuat ribet? Seharusnya seperti itu sejak lama, tapi yang sering terjadi justru sebaliknya.

Dari sini, sistem yang ada bisa dibuat lebih runtut, terpadu, tapi tidak berbelit. Jika semuanya berjalan lancar, "sistem terpadu satu pintu", yang sempat disebut Presiden dalam ide "reformasi birokrasi"-nya benar-benar akan mulai kita lihat dalam waktu dekat.

Penyederhanaan ini memang jadi sebuah urgensi, karena birokrasi berbelit memang sudah lama jadi satu nilai minus sekaligus celah korupsi. Mulai dari skala kelas plankton sampai kelas paus, semuanya sudah lama hadir sebagai buah budaya kerja kurang profesional.

Di sisi lain, ide pemerintah kali ini bisa menjadi satu filter alami, bagi mereka yang ingin jadi PNS karena ingin mengabdi kepada negara, bukan sebatas mengejar prestise atau restu mertua.

Berhubung sistem yang ada sudah lama mengakar kuat, akan perlu waktu lebih untuk membuat reformasi birokrasi ini bisa benar-benar terwujud.

Tapi, perubahan ini bisa menjadi satu momentum untuk mengubah total mentalitas negatif dan pandangan keliru soal profesi sebagai abdi negara, dalam hal ini PNS.

Dalam fungsinya sebagai abdi negara yang bertugas melayani masyarakat, sudah seharusnya PNS dibiasakan untuk tidak menaruh diri lebih tinggi dari masyarakat, apalagi sampai bersikap arogan.

Gaji mereka berasal dari uang pajak masyarakat. Jadi, sudah seharusnya ada rasa hormat dari abdi negara untuk masyarakat.

Di sini, ide gaji tunggal untuk PNS bisa juga menjadi satu cara cerdas pemerintah untuk membangun kesadaran dasar soal posisi mereka sebagai abdi negara. Selain karena pertimbangan anggaran dan program, tujuan membangun kesadaran ini membuat kebijakan ini makin relevan.

Kalau aneka tunjangan dan fasilitas sejenis membuat abdi negara jadi lupa diri, sudah seharusnya itu disederhanakan. Kecuali pada abdi negara yang bertugas sebagai aparat penegak hukum dan keamanan, yang risikonya memang sangat tinggi.

Soal bagaimana formulasi dan besaran gajinya, pemerintah pasti sudah mengukur dan mengkaji, karena kebijakan publik seperti ini (seharusnya) tidak asal jadi.

Supaya kedepannya bisa lebih efektif dan tidak menciptakan celah korupsi baru, pemerintah perlu membekali PNS dengan edukasi dan sosialisasi untuk tidak terjebak pola hidup konsumtif.

Jadi, saat kebijakan mulai berlaku penuh, semua sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tidak ada alasan untuk demo, karena keputusan profesional seperti ini seharusnya disikapi juga secara profesional.

Jika kebijakan gaji tunggal PNS sukses dijalankan, seharusnya kebijakan serupa juga bisa diterapkan pada tingkat yang lebih tinggi, misalnya DPRD atau DPR, yang angka tunjangannya juga fantastis.

Dalam kapasitasnya, seseorang akan benar-benar siap jadi abdi negara yang baik, jika sudah punya modal kata "cukup" untuk diri maupun keluarganya, sehingga bisa menaruh "tugas negara" di kursi prioritas.

Selama belum kenal kata "cukup", punya tunjangan dan gaji bulanan miliaran rupiah pun pasti masih kurang. Karena itulah, kebijakan penyederhanaan gaji dari pemerintah jadi masuk akal.

Sudah saatnya PNS bekerja secara sadar sebagai abdi negara. Selebihnya, tinggal kita lihat nanti, apakah rencana kebijakan ini benar-benar dijalankan atau tidak, baru  setelahnya bisa dinilai sukses atau tidak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun