Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Gara-gara Servis Laptop

28 Agustus 2023   17:01 Diperbarui: 28 Agustus 2023   17:03 423 5
Selama aktif di Kompasiana, hampir setiap Kompasianer pasti pernah mengalami fase naik-turun dalam menulis. Ada kalanya bisa menulis sampai 5 artikel per hari, dan ada saatnya menulis 1 artikel dalam sebulan.

Saya sendiri sempat mengalami fase naik-turun ini di beberapa kesempatan. Kebanyakan karena sibuk bekerja atau sakit. Tapi, pengalaman yang terjadi dalam 2-3 pekan terakhir terbilang tak biasa, karena disebabkan oleh masalah laptop akibat kena air dan kerusakan keyboard.

Sebenarnya, selama empat tahun digunakan, laptop ini sudah beberapa kali kena air dan sedikit benturan, tapi tidak sampai harus diservis, berkat langkah pertolongan pertama yang simpel:  keluarkan air dengan membalik laptop dan  mengeringkannya selama sehari.

Tapi, ketika kejadian serupa terulang lagi dan membuat laptop ini mengalami korsleting, maka servis jadi solusi ideal. Dari sini, ternyata ditemukan kalau laptop ini sudah mengalami korosi karena kena air, dan keyboard nya harus diganti, karena sudah lama bermasalah.

Alhasil, laptop itu harus menginap selama seminggu di tempat servis, dan saya harus membeli casing silikon pelindung keyboard, untuk meminimalkan risiko kerusakan akibat keyboard kena air di masa depan.

Total biayanya memang cukup mahal, yakni sekitar 550 ribu rupiah, tapi, dengan servis optimal, angka ini masih jauh lebih masuk akal daripada membeli laptop baru seharga jutaan rupiah.

Lagipula, meski awalnya merupakan "hadiah" dari kantor lama saya dulu, spek laptop ini lebih dari cukup buat saya, karena punya memori sebesar 1 Terrabyte, yang baru digunakan tak sampai seperempatnya.

Sebenarnya, saya lebih terbiasa menulis di ponsel, tapi masalah servis laptop ini cukup mengganggu pikiran. Ada sedikit rasa bersalah saat menyadari barang yang sejak awal sudah berusaha dijaga tetap berfungsi baik, akhirnya harus diservis.

Apalagi, ini adalah barang yang bisa dibilang merupakan satu wujud mimpi lama di masa remaja: punya laptop sendiri dari hasil kerja sendiri. Makanya, ketika servis itu tuntas dan semua kerusakan sukses diperbaiki, rasanya sangat melegakan.

Selama masa servis itu, sampai semuanya benar-benar tuntas belum lama ini, saya benar-benar dipaksa untuk membatasi intensitas menulis hanya pada urusan pekerjaan atau kalau sempat dilakukan.

Boleh dibilang, intensitas menulis saya di bulan Agustus 2023 ini cukup berantakan, sama seperti saat saya tumbang akibat kena diare, pada akhir bulan Juni lalu.

Tapi, dibalik situasi yang cukup merepotkan ini, ada hal-hal lain yang ternyata jadi kesempatan bagus untuk memulihkan keadaan. Dari kesempatan untuk sedikit terlibat di kegiatan gereja dan komunitas blogger, sampai kesempatan untuk melihat ulang situasi, sebelum ambil tindakan.

Untuk yang disebut terakhir, saya sedikit dipaksa untuk ambil sikap tegas. Berawal dari kebiasaan "spam" link tulisan dari sebuah grup obrolan maupun perorangan, sedikit rasa tidak nyaman muncul.

Penyebabnya, spam link tulisan ini cukup banyak, rutin, topiknya cenderung seragam dan jumlahnya bisa mencapai puluhan dalam sehari. Perilaku ini tidak biasa, karena interaksi perorangan atau grup yang saya ikuti kebanyakan bersifat seperlunya. Apalagi, kalau itu berurusan dengan sisi teknis pekerjaan. Ada saatnya serius, ada saatnya bercanda.

Jadi, ketika saya mengecek ponsel dan ada notifikasi masuk, tentu saja saya perlu mengecek, siapa tahu ada info penting. Tapi, ketika ada begitu banyak notifikasi masuk, yang ternyata hanya spam link tulisan, ini sudah menjengkelkan.

Terlalu sering menerima notifikasi diluar kebiasaan itu benar-benar tidak nyaman. Di-silent tetap menumpuk dan bisa membuat memori penuh jika dibiarkan terlalu lama.

Saya sudah pernah mengalami ini, saat harus berjibaku dengan ponsel lama bermemori kecil selama empat tahun, dan itu rasanya tidak enak. Karena masalah inilah, saya tidak pernah bergabung di grup obrolan keluarga besar.

Meski ponsel yang sekarang punya kapasitas memori jauh lebih besar dari sebelumnya, saya masih sangat berharap, dia bisa digunakan dalam jangka panjang, tanpa harus berjibaku menghapus data, hanya untuk membaca pesan notifikasi.

Akhinya, setelah mendengar berbagai masukan dari para senior, saya berani mengambil langkah yang diperlukan. Ada sedikit "culture shock" di sini, yang sekaligus jadi pengalaman baru sebagai seorang "tukang nulis".

Di sisi lain, saya juga diajak melihat paradoks dari sebuah militansi dalam menulis. Di satu sisi, militansi itu bagus jika digunakan untuk menjaga semangat diri, tapi bisa jadi mengganggu, kalau kurang menghargai orang lain.

Memang, seorang penulis harus punya sisi militan supaya bisa lebih berkembang, tapi kalau itu malah menjadi alasan untuk mengabaikan sikap respek kepada orang lain dan norma yang sudah disepakati bersama, ada yang salah di sini.

Celakanya, itu akan terus jadi masalah, selama orang yang terbiasa melakukan masih terus melaju, karena tidak menganggapnya sebagai satu kesalahan.

Jujur saja, situasi karena masalah laptop ini cukup mengganggu, tapi sekaligus memberi sedikit pengalaman berharga, khususnya dalam hal tulis-menulis, supaya tidak sampai mengganggu kenyamanan yang lain.

Menulis itu satu cara berbagi paling sederhana, tapi bukan berarti boleh kelewat batas. Setiap tulisan punya nasibnya sendiri, dan hanya layak dibilang bagus atau jelek oleh pembacanya, bukan penulisnya.

Sebuah tulisan yang sudah jadi, hanya membutuhkan sedikit rasa percaya dari penulisnya kalau ia akan dibaca barang seorang, dan angkanya akan berkembang dengan sendirinya.

Di ruang publik, nasib sebuah tulisan yang sudah jadi, sebagian besar ditentukan oleh platform, "search engine", pembaca dan respon murni mereka, bukan penulisnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun