Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Dominasi Manchester di EPL: Dari Merah Ke Biru Langit

25 Mei 2023   00:25 Diperbarui: 25 Mei 2023   00:26 235 2
Lima gelar juara dalam enam tahun terakhir. Begitulah prestasi Manchester City di Liga Inggris, khususnya sejak dilatih Pep Guardiola.

Di bawah polesan pelatih asal Spanyol itu, City memang sukses memainkan sepak bola dominan yang cenderung perfeksionis. Kehebatan taktik Pep juga ditunjang dengan manajemen klub yang tidak pelit soal dana transfer, dan punya visi sejalan dengan sang pelatih.

Makanya, sejak eks pelatih Barcelona itu mendarat di Etihad Stadium, tingkat efektivitas transfer klub meningkat tajam. Memang, tak semua langsung bersinar seperti Rodri, Erling Haaland atau Ruben Dias, tapi kisah transfer flop mereka relatif minim.

Terbukti, Jack Grealish yang awalnya sempat dianggap kemahalan juga mulai menunjukkan peningkatan performa. Begitu juga dengan Riyad Mahrez, yang kerap berkontribusi saat lini depan macet.

Dengan modal sehebat ini, wajar jika klub milik Sheikh Mansour rutin masuk daftar kandidat juara, baik di dalam negeri maupun di Eropa.

Terlepas dari berbagai tuduhan "sport washing" dan kritik karena dianggap merusak atmosfer kompetitif Liga Inggris, City hanya bergerak berdasarkan situasi tim yang relatif bebas masalah, dan memanfaatkan kondisi lawan.

Disadari atau tidak, kebanyakan tim di Liga Inggris punya masalah masing-masing. Liverpool rawan oleng jika dihajar badai cedera, Chelsea dan Newcastle United sedang dalam masa transisi, sementara Manchester United, Arsenal dan Spurs sama-sama masih belum konsisten.

Lalu, apa The Eastlands tak punya lawan sebanding?

Sebenarnya, ada Liverpool yang muncul sebagai lawan tersulit. Tim asuhan Juergen Klopp ini mampu memberi perlawanan sengit di liga, dan meraih trofi Liga Champions yang sangat didambakan Sheikh Mansour dan kolega.

Si Merah bahkan menjadi satu-satunya tim yang mampu menyela dominasi City di Liga Inggris, dan meraih semua titel yang bisa diraih. Tapi, itu saat semua baik-baik saja. Kalau ada seabrek masalah cedera, jangankan bersaing di jalur juara, masuk empat besar saja kewalahan.

Lalu, apakah dominasi Erling Haaland dkk adalah sebuah fenomena baru di Inggris?

Sebenarnya tidak juga.

Di era modern Liga Inggris, City hanya mengulang pola dominasi yang sudah pernah ada, yakni saat Sir Alex Ferguson berkuasa di Manchester United.

Pada masanya, United bahkan masih lebih awet mendominasi liga, khususnya di dekade 1990-an dan 2000-an. Sejak dimulainya era Liga Premier di musim 1992-1993, Setan Merah pernah meraih 5 gelar dalam 7 musim perdana liga.

Di dekade berikutnya, 6 gelar Liga Inggris dalam rentang 10 tahun juga berhasil diraih. Sebuah dominasi yang sangat terlihat, dan baru pupus setelah Fergie pensiun tahun 2013.

Dominasi United ketika itu juga dimuluskan oleh faktor yang mirip: lawan yang inkonsisten atau sedang mengalami transisi. Tapi, tidak ada cap "membuat liga jadi liga petani" seperti yang didapat City.

Standar ganda?

Entahlah.

Tapi, dari progres Manchester City belakangan ini, ada satu benang merah yang justru terlihat diantara duo Manchester.

City coba meniru pola era sukses United, karena berada di posisi serupa. United mampu mendominasi liga, dan membangun kebiasaan juara di dalam negeri. Pengalaman ini lalu menjadi modal untuk bersaing di level Eropa.

Hasilnya, sepasang trofi Si Kuping Besar berhasil diraih, dan memahkotai dua era dominasi tersebut. Kalau City berhasil meraih Treble Winner, saya rasa ini adalah titik puncak pertama, sama seperti yang diraih MU tahun 1999.

Di Eropa, pola dominasi ini juga bukan hal baru. Semasa bermain, Pep Guardiola adalah bagian dari "The Dream Team"  Barcelona yang meraih empat gelar juara liga antara tahun 1990-1991 sampai 1993-1994.

Dominasi di La Liga kala itu dimahkotai anak asuh Johan Cruyff dengan trofi Si Kuping Besar di musim 1991-1992. Pola ini kembali diulang Pep saat jadi pelatih Barca, dengan meraih hat-trick juara Liga Spanyol dan sepasang trofi Liga Champions antara tahun 2008-2012.

Di Jerman, pola serupa juga terjadi pada Bayern Munich di Bundesliga sedekade terakhir. Pengalaman rutin juara liga terbukti membantu Die Roten mampu bersaing di Eropa sepasang trofi Liga Champions dan Treble Winner mampu diraih dalam periode dominan mereka.

Jadi, ketika City belakangan terlihat dominan dan mulai terbiasa melangkah jauh di Eropa, ini bukan semata karena uang sang bos.

Ada rencana dan langkah-langkah yang dieksekusi rapi, sehingga menghasilkan progres demi progres. Jadi, tidak serampangan seperti Chelsea di tahun pertama Todd Boehly.

Menariknya, dari sinilah kita bisa melihat, bagaimana City bergerak di era Sheikh Mansour: mereka tidak hanya ingin membangun tim mewah bertabur bintang, tapi juga membangun tim secara keseluruhan, termasuk dari segi sejarahnya, sebagai warisan untuk masa depan klub.

Jadi, selain punya warisan sejarah, klub masih punya kesempatan memperbarui catatan sejarah yang ada, karena punya warisan berkelanjutan berupa manajemen mumpuni.

Itu sudah mulai bisa dilihat sekarang, tapi baru akan terlihat wujud utuhnya di masa depan, karena sepak bola tidak terbatas pada perkara hasil, tapi juga mencakup setiap proses dalam mencapai hasil tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun