Salah satu cerita muram itu datang pada kiprah periode kedua Paul Pogba sebagai pemain Juventus. Awalnya, optimisme datang mereka merekrut kembali sang gelandang musim panas 2022.
Maklum, periode pertama Il Polpo di Turin sangat sukses. Datang sebagai pemain gratisan, meraih berbagai trofi domestik plus lolos ke final Liga Champions, dan pergi ke Manchester United sebagai pemain termahal dunia.
Walaupun performanya naik-turun di Inggris, keyakinan Juve pada sang bintang lama tetap tinggi, karena ia datang sebagai pemain juara Piala Dunia 2018, dan sedang dalam usia matang. Apalagi, seperti di periode pertamanya dulu, Pogba datang secara gratis.
Sayang, harapan itu ternyata tinggal harapan kosong. Alih-alih bersinar di lingkungan yang sudah familiar dengannya, saudara Florentin Pogba ini justru menuai cerita suram.
Penyebabnya, cedera bak datang silih berganti. Dimulai dari cedera lutut yang membuatnya absen di Piala Dunia 2022, sekuel cedera pemain kelahiran tahun 1993 ini lalu berlanjut tak lama setelah pulih, dengan kali ini dibekap cedera otot.
Alhasil, Si Gurita baru dua kali tampil bersama Bianconeri, itupun dengan menit yang relatif terbatas, sebelum akhirnya kembali absen hingga bulan April 2023 karena cedera otot.
Belakangan, terungkap juga kalau pemain asal Prancis itu tersangkut masalah indisipliner, baik saat masa rehabilitasi cedera, maupun sempat disanksi pelatih Massimiliano Allegri, akibat terlambat datang di sesi latihan tim.
Apa boleh buat, tahun pertama Pogba di periode keduanya bersama Si Zebra benar-benar suram. Digaji 8 juta euro per tahun, tapi sangat jarang bermain akibat cedera. Seperti kucing dalam karung.
Dengan kontrak yang masih tersisa dua tahun lagi dan situasi Juventus yang terancam absen di Liga Champions karena terkena penalti 15 poin, bukan kejutan kalau pemain berdarah Guinea ini masuk daftar jual, atau minimal kena potong gaji.
Kalau musim depan tak ada perbaikan, atau bahkan tak ada kesempatan sama sekali dari manajemen, bukan kejutan kalau Pogba akan menyusul Cristiano Ronaldo ke Arab Saudi, atau mencoba peruntungan di MLS.
Penyebabnya, meski punya bakat besar dan sudah pernah bersinar, level kebugaran dan disiplinnya sudah jauh menurun.
Apa yang dialami Pogba musim ini seolah membuktikan anggapan sebagian orang, kalau ia sudah "habis" setelah membawa Timnas Prancis juara Piala Dunia di Rusia.
Untuk ukuran kompetisi level tertinggi, ini jelas sebuah penurunan, dan untuk talenta sehebat itu, di usia puncak pesepakbola, ini adalah satu cerita tragis, karena cedera itu kebanyakan justru datang dari luar lapangan pertandingan.
Mungkin, inilah titik akhir perjalanan seorang Paul Labile Pogba di sepak bola level atas, yang sekaligus membuktikan, meski terlihat logis, "balikan ke mantan" yang sudah dikenal tak selalu indah, karena perjalanan waktu sudah membawa perubahan, entah positif atau negatif, tanpa bisa memilih salah satunya.