Sepanjang hidupnya pria bernama lengkap Edson Arantes Do Nascimento ini memang lekat dengan si kulit bundar. Mulai dari menjadi pemain sampai menjadi salah satu ikon global sepak bola dan Duta PBB, jauh sebelum sosok ikonik seperti David Beckham menjalaninya selepas gantung sepatu.
Meski tak pernah menjadi pelatih, dia tetap dianggap sebagai salah satu talenta terbaik yang pernah ada. Paduan epik antara kecerdasan, kecepatan dan kekuatannya memang begitu spesial.
Dirinya jadi satu sosok kunci, yang mengubah nasib Timnas Brasil selamanya. Dari tim yang terpuruk usai mengalami tragedi Maracanazo di final Piala Dunia 1950 menjadi salah satu tim nasional tersukses di Piala Dunia.
Selain mencetak 1.281 gol (yang masuk Guiness World Record), dan masih menjadi satu-satunya peraih 3 trofi Piala Dunia (1958, 1962 dan 1970) namanya dianggap sebagai salah satu olahragawan terbesar sepanjang sejarah. Darinya jugalah, sepak bola bisa menjadi salah satu olahraga paling populer di dunia.
Sederhananya, Pele di sepak bola, kurang lebih sama dengan Muhammad Ali di olahraga tinju, Michael Jordan di lapangan basket, Valentino Rossi di arena MotoGP, Roger Federer di cabor tenis, atau Rudi Hartono di cabor bulutangkis.
Selain punya kemampuan olah bola istimewa, gaya hidupnya yang relatif lurus, juga menjadikannya sosok panutan yang dihormati dan diakui secara luas.
Sebagai contoh, tak lama setelah juara Piala Dunia 1970, nama tenarnya (Rei Pele) langsung diabadikan menjadi nama stadion di kota Maceio, Brasil. Selain Estadio Rei Pele, namanya juga sempat diusulkan sebagai nama baru untuk Stadion Maracana yang tersohor. Kisah hidupnya juga sudah beberapa kali difilmkan.
Di Brasil sendiri, legenda Santos FC ini punya julukan O Rei (Sang Raja) dan jadi "benchmark" pemain nomor punggung 10 di Tim Samba. Setelah eranya, ada Zico yang mendapat julukan "Pele Putih" serta Robinho dan Neymar yang pada awal kiprahnya disebut sebagai "Pele Baru", meski keduanya tak pernah bisa mendekati torehan sang legenda di Timnas Brasil.
Selain berkontribusi lewat sepak bola di negaranya, sosok yang lekat dengan nomor punggung 10 ini juga turut berkontribusi bagi olahraga di Brasil secara umum, saat menjadi Menteri Olahraga antara tahun 1995-1998.
Pada periode ini, Si Mutiara Hitam menerbitkan "Pele Law" yang menjadi acuan hukum Brasil terkait aspek profesional dalam klub olahraga. Mulai dari kontrak atlet, aspek bisnis, kepemilikan, perpajakan, infrastruktur, disipliner sampai ketentuan judi, semuanya diatur secara komprehensif.
Meski pada prosesnya banyak mengalami modifikasi, aturan ini boleh dibilang menjadi satu warisan besar Pele untuk sistem keolahragaan nasional Brasil secara umum.
Meski hanya tiga tahun menjadi Menpora-nya Brasil, dirinya membuktikan, seorang mantan atlet besar bisa ikut berkontribusi dengan baik, saat ambil bagian di pemerintahan. Karena, ia paham apa masalah di bidang itu, dan bisa merumuskan solusinya.
Di luar prestasi dan kontribusinya, kiprah Pele sebagai seorang pemain juga menghadirkan satu sisi unik. Dimana, ia tidak pernah bermain di klub Eropa, meski ditaksir klub sekelas Real Madrid, Inter Milan dan Juventus.
Penyebabnya, nama Pele sudah ditetapkan sebagai "harta karun nasional Brasil" pada 1961 berdasarkan dekrit Janio Quadros, presiden Brasil saat itu. Berdasarkan ketentuan itu, sang bintang dilarang pindah ke klub luar negeri.
Alhasil, nyaris sepanjang karirnya (1956-1974) dihabiskan bersama Santos, klub yang juga mengorbitkan Robinho dan Neymar. Satu-satunya kiprah "abroad" Sang Raja dijalani bersama New York Cosmos di Amerika Serikat antara tahun 1975-1977, yang lebih tepat disebut sebagai masa "semi-pensiun", karena pada tahun 1974, ia sudah lebih dulu memutuskan pensiun sebagai pemain Santos.
Selain penetapan statusnya sebagai "harta karun nasional", warna politis lain dalam kiprahnya juga hadir, saat dirinya kembali ke Timnas Brasil jelang Piala Dunia 1970.
Atas bujukan Jenderal Emilio Garrastazu Medici (Presiden Brasil saat itu) sang megabintang akhirnya kembali membela Selecao, setelah sempat pensiun usai gagal total di Piala Dunia 1966. Hasilnya, Piala Jules Rimet jadi milik Brasil untuk selamanya.
Kesuksesan tim asuhan Vava Zagallo ini lalu jadi satu propaganda terkenal, di masa pemerintahan militer Brasil era 1970-1980an. Di era modern, Pele juga masih berinteraksi dengan pemimpin dunia seperti Vladimir Putin (Rusia) dan Barack Obama (AS). Ini membuktikan seberapa hebat dimensi pengaruh Pele, yang akan sulit dicari bandingannya.
Sang legenda memang telah tiada, dan kepergiannya diiringi dengan ungkapan duka berbagai pihak dan pengumuman masa 3 hari berkabung nasional oleh pemerintah Brasil.
Tapi, prestasi dan kontribusinya telah menjadi sebuah warisan berharga yang tak akan lekang oleh waktu, karena menjangkau beragam aspek. Bukan hanya sepak bola atau olahraga, tapi juga mencakup aspek "berat" seperti politik.
This is it, The One and Only, Pele