Sebenarnya, Amerika Selatan masih punya Uruguay yang pernah berjaya di Piala Dunia 1930 dan 1950, tapi grafik yang cenderung inkonsisten membuat La Celeste agak kalah pamor dengan dua tetangganya itu.
Tim lain yakni Ekuador sebenarnya punya potensi, tapi mereka masih belum lama berkembang dan belum punya pengalaman sebanyak trio raksasa klasik itu.
Dalam perjalanannya, Ekuador dan Uruguay sendiri akhirnya tersingkir di fase grup dengan alasan berbeda. Ekuador kalah dari Senegal di pertandingan terakhir, sementara Uruguay kalah produktivitas gol atas Korea Selatan.
Alhasil, tinggal Brasil dan Argentina yang tersisa. Tapi, kedua tim menampilkan warna berbeda, kalau tidak boleh dibilang cukup kontras.
Brasil yang dimotori Neymar menari-nari di lini pertahanan Korea Selatan. Hanya perlu satu babak untuk unggul 4-0, dengan babak kedua lebih banyak dijadikan sebagai kesempatan Tim Samba untuk mengatur nafas.
Permainan menyerang nan mengalir anak asuh Tite terlihat meyakinkan. Persis seperti selebrasi tarian yang mereka peragakan usai mencetak gol.
Sebaliknya, Argentina terlihat kurang meyakinkan. Meski Lionel Messi mampu menginspirasi tim, mereka dibuat senam jantung di menit-menit akhir karena kebobolan. Beruntung, kemenangan 2-1 atas Australia masih mampu diamankan.
Selain inspirasi sang kapten, penampilan asuh Lionel Scaloni terlihat biasa saja jika dibandingkan sang rival bebuyutan. Taktis, pragmatis, dengan skor minimalis.
Tapi, gaya kontras itu justru menghadirkan hasil kontradiktif di babak perempat final. Pada Jumat (9/12) Brasil yang tampil dengan gaya menyerang kewalahan menghadapi determinasi para pemain Kroasia yang tampil bak gladiator.
Meski lebih baik secara individu, kekompakan Luka Modric dkk mampu menjadi lawan tangguh buat Neymar dkk. Diluar kedisiplinan dan semangat mereka, Vatreni juga menampilkan ketangguhan mental luar biasa.
Terbukti, anak asuh Zlatko Dalic tidak panik saat Neymar mencetak gol. Mereka bahkan mampu membuat skor imbang 1-1 lewat tembakan Bruno Petkovic, saat kemenangan sepertinya sudah hampir pasti diamankan Brasil.
Ketangguhan mental tim finalis Piala Dunia 2018 ini juga hadir sebagai pembeda, saat menghadapi adu penalti. Brasil yang tampak grogi harus membayar mahal kenaifan mereka, yang seharusnya bisa mengunci pertandingan lebih cepat.