Catatan ini bahkan lebih banyak dari rekor terbanyak wakil Afrika (2 tim pada edisi 2014 dan 2022) yang terbilang lebih sering mengirim wakilnya ke fase gugur.
Hebatnya lagi, 2 dari 3 tim wakil Asia yang lolos (Australia dan Jepang) sukses mencatat dua kemenangan di fase grup. Satu wakil Asia lain yakni Korea Selatan, lolos dengan mengantongi 4 poin, unggul produktivitas gol atas Uruguay.
Berangkat dari catatan ini, mungkin sudah ada begitu banyak bahasan bernada membanggakan (bahkan "overproud" alias bangga berlebihan) yang sudah muncul di berbagai "platform" media.
Maklum, sepanjang sejarah Piala Dunia, jumlah wakil Asia terbanyak di perdelapan final Piala Dunia hanya 2 tim (pada edisi 2002 dan 2010, keduanya diwakili Korea Selatan dan Jepang).
Memang, capaian ini keren dan langka. Saking langkanya, ini belum tentu akan terulang dalam waktu dekat. Kecuali jika kualitas sepak bola Asia bisa terus berkembang di masa depan.
Tapi, bukan berarti rasa bangga berlebihan boleh muncul dengan enaknya. Tim Samurai Biru, Tim Ksatria Taeguk dan The Socceroos masih berpeluang membuat kejutan lebih jauh di Qatar, selama publik sepak Asia (pada khususnya) tidak merecoki mereka dengan pemberitaan berlebih, seperti yang biasa diterima Timnas Indonesia setiap kali lolos ke final Piala AFF.
Di era kekinian, kebanggaan seperti itu terbukti jadi racun yang membuat sepak bola Asia terlihat stagnan. Setiap ada tim Asia lolos fase grup, beritanya gegap gempita, tapi tak lama kemudian sering berakhir kecewa.
Terbukti, sepanjang sejarah Piala Dunia, hanya Korea Utara (1966) dan Korea Selatan (2002) yang mampu melewati dinding tebal babak perdelapan final, meski yang disebut terakhir lekat dengan kontroversi keberpihakan wasit dan isu miring lainnya.
Maka, sudah saatnya pendekatan itu mulai diubah. Di sini, fokus menjadi kunci, karena lawan yang akan dihadapi bukan tim sembarangan.
Australia akan menghadapi Argentina, Korea Selatan bertemu Brasil, sementara Jepang akan menghadapi Kroasia, tim finalis Piala Dunia 2018.
Soal Argentina dan Brasil, kita semua tahu, sehebat apa dua jagoan Amerika Selatan ini. Apalagi kalau Lionel Messi dan Neymar sedang dalam performa terbaik. Jangan lupa, Kroasia juga masih dimotori Luka Modric.
Dengan kualitas lawan seperti itu, terlalu lama gembira, apalagi sampai jadi euforia, hanya akan jadi racun. Kita tentu masih ingat, bagaimana hebohnya saat Arab Saudi mengalahkan Argentina 2-1 di pertandingan pembuka fase grup.
Ada hari libur nasional dari pemerintah setempat, lengkap dengan hadiah mobil mewah. Seperti sudah juara saja.
Tapi, euforia ini justru jadi bumerang, karena di dua pertandingan berikutnya, mereka tumbang dari Polandia dan Meksiko. Apa boleh buat, kesempatan untuk membuat kejutan lebih jauh pun hilang.
Kita tentu tidak ingin kekonyolan serupa hadir di babak perdelapan final. Apalagi, baik Australia, Jepang maupun Korea Selatan sama-sama mampu melewati kesulitan di fase grup, dan bangkit dari kekalahan.
Mereka masih punya potensi mewujudkan kejutan lebih besar. Secara khusus, jika mampu lolos ke babak perempat final, Korea Selatan dan Jepang akan saling berhadapan.
Jika ini terjadi, inilah peningkatan lain dari sepak bola Asia, yang seharusnya bisa dilihat dunia. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, dua tim Asia bisa baku hantam di babak gugur Piala Dunia.
Maka, daripada mengupas semua sisi selama 7 hari 7 malam, ada baiknya kita membiarkan trio wakil Asia ini menunjukkan potensi, karena tekanan dan tingkat kesulitan di fase gugur jauh lebih berat dari fase grup.
Jangan sampai rasa bangga berlebihan dan puas diri membuat mereka jadi Timnas Arab Saudi berikutnya. Inilah satu kesempatan untuk membuktikan, sepak bola Asia sudah (setidaknya sedikit) lebih baik dari apa yang sebelumnya dilihat orang.
Bisa?