Partai yang menjadi reuni final Liga Champions musim lalu ini sudah pasti disambut antusias para pecinta sepak bola. Narasi seputar revans pun muncul, khususnya di kalangan sebagian suporter Liverpool.
Memang, narasi ini menjadi bumbu partai dua tim klasik Eropa. Ada sedikit optimisme, karena tim asuhan Juergen Klopp punya rekam jejak cukup bagus, lengkap dengan aura berbeda tiap bertanding di Eropa.
Tapi, kalau boleh jujur, narasi ini layak ditepikan sejenak. Bukan karena Mohamed Salah dkk sama sekali tidak punya peluang, tapi karena situasi terkini tim serba tidak ideal.
Dari segi performa, Si Merah masih berjuang menemukan konsistensi di tengah masalah cedera pemain dan jadwal superpadat. Situasi ini jelas berbeda dengan Real Madrid, yang dari segi performa sudah lebih konsisten, setidaknya dari 13 pertandingan yang sudah mereka jalani di liga.
Meski baru saja takluk 2-3 dari Rayo Vallecano di La Liga, Selasa (8/11, dinihari WIB), tim asuhan Carlo Ancelotti baru menelan satu kekalahan di liga. Sementara itu, Liverpool sudah menelan 4 kekalahan.
Jangan lupa, El Real adalah raja di Eropa. Torehan 14 trofi dan status juara bertahan Liga Champions sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya.
Dalam hal pertemuan kedua tim, khususnya sejak era Juergen Klopp, Si Putih juga lebih superior. Dari 4 pertemuan, mereka menang 3 kali dan sekali imbang.
Itu baru dari segi performa tim di lapangan. Belum termasuk sisi manajemen, yang meski sama-sama aman, situasinya berbeda.
Di Santiago Bernabeu, Real Madrid sedang menikmati periode stabil dan dominan di bawah kepemimpinan Florentino Perez. Selain karena status sebagai salah satu tim top Eropa, kondisi keuangan mereka juga relatif stabil. Tak heran, pemain kelas top bisa didatangkan.
Situasinya cukup berbeda dengan di Anfield. Meski sehat secara finansial, klub berkostum kebesaran merah ini belakangan lebih banyak menggelontorkan dana untuk ekspansi stadion dan membangun pusat latihan klub.
Kalaupun ada pemain yang dibeli, sumber dananya kebanyakan berasal dari penjualan pemain. Seperti pada kasus transfer Darwin Nunez, yang sumber dananya antara lain berasal dari penjualan Sadio Mane ke Bayern Munich.
Terbaru, tim kesayangan Kopites itu siap dilepas FSG dengan banderol 4 miliar pounds. Harga ini jauh lipat lebih besar dari saat mereka membeli klub tahun 2010 dengan ongkos 300 juta pounds.
Otomatis, sejumlah nama kandidat pun muncul. Mulai dari Sir Jim Ratcliffe (Inggris), Muhsin Bayrak (Turki) sampai sejumlah peminat dari Timur Tengah.
Kabar ini terasa menyenangkan sekaligus mendebarkan, karena belum diketahui bagaimana sosok pemilik baru dan idenya. Jika prosesnya tuntas sebelum akhir tahun, rasanya bukan kejutan kalau Liverpool akan belanja besar. Jika tidak, mereka kemungkinan akan pasif di bulan Januari.
Berangkat dari situasi yang ada saat ini, ada baiknya narasi soal revans itu ditepikan sejenak, karena masih ada konsistensi yang harus dibuktikan, dan kejelasan soal pemilik baru klub yang harus dipastikan.
Bisa?