Pertama, PSSI melalui Iwan Bule sang Ketum mengumumkan, PSSI akan mengadakan Kongres Luar Biasa alias KLB dalam waktu dekat. Ini menjadi sebuah plot twist, karena sebelumnya jajaran pengurus PSSI kompak menyebut, tidak ada KLB dalam waktu dekat.
Tapi, PSSI mendadak berubah pikiran, setelah dua klub Liga 1 yakni Persis Solo dan Persebaya Surabaya mengirim surat kepada PSSI, untuk segera mengadakan Kongres Luar Biasa. "Plot twist" lalu muncul, karena PSSI langsung mengumumkan rencana KLB.
Tentu saja, ini layak disebut "plot twist", karena PSSI mengambil keputusan dengan "melanggar" statuta mereka sendiri. Tanpa menunggu dua pertiga klub anggota meminta KLB digelar, sesuai statuta PSSI.
Dalam pernyataan resminya, PSSI memang menyebut, KLB diadakan untuk mencegah potensi terjadinya perpecahan anggota. Sebuah keputusan yang normatif.
Tapi, arah "plot twist" ini sebenarnya sudah sedikit terlihat. Petinggi PSSI tampak mulai limbung, karena terus digoyang dari berbagai arah.
Awalnya, mungkin mereka terlihat tenang-tenang saja, tapi situasi berubah, ketika klub yang dipimpin Kaesang Pangarep, yang notabene putra Presiden Jokowi, dan Persebaya Surabaya, tim yang ikut bertanding di hari terjadinya Tragedi Kanjuruhan mulai bergerak.
Surat dari Persis dan Persebaya ini secara jelas merepresentasikan dua hal: Permainan "politik tingkat tinggi" dan suara saksi yang terlupakan.
Untuk permainan politik tingkat tinggi, tidak perlu jadi orang jenius untuk melihatnya. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, memanfaatkan posisi putranya di Tim Laskar Sambernyawa, sebagai "kartu" untuk menekan PSSI secara legal.
Manuver ini jelas membuat PSSI ketar-ketir, karena di akhir masa kepemimpinan Nurdin Halid dulu, mereka pernah limbung, akibat "mosi tidak percaya" pemerintah lewat Kemenpora. Bedanya, jurus pemerintah kali ini meski terlihat lebih halus, tapi sangat efektif.
Jika PSSI dihantam lagi dengan cara serupa, bisa repot urusannya. Tanpa perlu repot-repot mengintervensi, pemerintah bisa membuat PSSI mati dengan sendirinya.
Meski mengharamkan intervensi pemerintah, tak bisa dipungkiri kalau PSSI banyak bergantung pada dukungan pemerintah, mulai dari dana, infrastruktur sampai perizinan. Jangan lupa, rata-rata stadion di Indonesia adalah properti milik pemerintah.
Dengan situasi ruwet pasca Tragedi Kanjuruhan, PSSI mau tak mau harus berkompromi. Tapi, kita semua masih harus waspada, karena pengurus PSSI terkenal licin dan penuh kejutan.
Soal suara saksi yang direpresentasikan Persebaya Surabaya, selain dari aksi mereka bersama Persis Solo, kita juga melihat, bagaimana tim kesayangan Bonek belakangan mulai berani bersuara, sebagai tim yang juga bertanding di Stadion Kanjuruhan pada hari itu.
Keberanian mereka untuk "speak up" antara lain terlihat, dari unggahan video dokumentasi berikut: