Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Pahit-Manis Jalan Kaki

16 Oktober 2022   22:28 Diperbarui: 16 Oktober 2022   22:38 214 7
Diantara semua jenis aktivitas fisik, berjalan kaki adalah satu aktivitas yang cukup unik. Penyebabnya, aktivitas ini simpel sekaligus kompleks.

Kok bisa?

Disebut simpel, karena berjalan kaki adalah satu aktivitas paling umum dilakukan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang bisa berjalan. Tak peduli langkah kakinya kuat atau terlatih-tatih, selama untaian langkah demi langkah bisa dijalin, selama itu juga jalan kaki bisa dilakukan.

Tapi, kesederhanaan ini punya sisi lain yang cukup rumit, yakni pengaturan tenaga dan konsentrasi. Dua hal ini sama-sama membutuhkan energi lebih, dan biasanya akan terasah jika sudah dibiasakan.

Semasa kecil sampai remaja dulu, berjalan kaki menjadi satu aktivitas sehari-hari, yang sebetulnya cukup menyehatkan. Bonusnya, lewat berjalan kaki, kita bisa belajar banyak hal.

Mulai dari pengambilan keputusan, misalnya saat harus menyeberang, melatih keberanian, fokus, sampai mengatur nafas. Dua hal yang disebut terakhir mungkin terdengar sepele, tapi menjadi alasan mengapa seseorang kuat berjalan kaki hingga jarak jauh.

Dengan fokus yang baik, seseorang tidak akan mudah terpengaruh "bisikan" di sekitarnya. Sekalipun kecepatannya lebih lambat dari yang lain, penting bagi kita untuk tetap tenang dan menjaga nafas tetap seirama dengan langkah kita.

Selama nafas masih seirama dengan langkah kita, semua akan baik-baik saja. Jika kita tenang, keberanian akan datang dengan sendirinya.

Sekali tidak selaras, masalah seperti kram perut atau hilang konsentrasi sudah menunggu. Paling apes, ada risiko terluka atau keseleo karena jatuh akibat hilang konsentrasi.

Satu hal lain yang membuat jalan kaki unik adalah, ia punya satu kesamaan dengan menulis, yakni sebuah proses "menemukan diri".

Dengan berjalan kaki, kita kadang diajak melihat, seperti apa kemampuan fisik dan mental kita. Di sisi lain, lewat olahraga sederhana ini, kita juga diajak untuk melihat, apakah diri kita bisa sama bagusnya dalam aktivitas fisik dan berpikir, atau harus memilih salah satu.

Kebetulan, situasi ini pernah saya hadapi di masa sekolah dan kuliah dulu. Satu masa dimana saya banyak berjalan kaki dan naik angkot, ditambah belajar dalam intensitas tinggi.

Soal jalan kaki, olahraga ini sudah cukup familiar bagi saya sejak kecil, karena "dikenalkan" oleh mendiang Opa. Waktu itu, saya cukup menikmati, karena dilakukan dengan santai, sambil sesekali mengobrol.

Saking santainya, saya sampai "dilarang" untuk berjalan terburu-buru, karena kondisi kelainan bawaan yang saya punya memang tidak memungkinkan. Kalau misalnya terantuk dan jatuh, selalu ada sedikit waktu untuk mengatur nafas, sebelum kembali melangkah.

Meski dianggap tidak biasa, aktivitas ini jadi sarana yang membantu saya, untuk berani bepergian sendiri di masa depan.

Kesan saya pada aktivitas jalan kaki selalu positif, karena ini terbukti jadi satu faktor kunci kesehatan Opa selama hidupnya. Opa, yang berpulang dalam usia 88 tahun pada tahun 2014, memang relatif bebas dari penyakit kronis.

Tapi, pada satu titik, saya akhirnya dipaksa untuk mengakui, kondisi fisik saya tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas fisik dan berpikir dengan sama baiknya.

Secara fisik, saya tergolong sering kelelahan dan cedera, terutama di bagian kaki, mulai dari lecet, kuku lepas, sampai bengkak atau keseleo. Walaupun secara tenaga tak ada masalah, tubuh dan pikiran tak pernah bohong.

Setelah cukup lama, ada trauma cedera yang cukup mengganggu, karena menghadirkan rasa takut, setiap kali bertemu medan jalan yang sedikit sulit.

Kalau memang tak bisa diakses dan ada pilihan lain, itu bukan masalah. Tapi, kalau tak ada pilihan lain, terpaksa harus nekat.

Ditambah lagi, saat ada tugas sekolah atau kuliah yang butuh energi ekstra, saya justru keteteran, karena tenaga sudah terkuras duluan di jalan. Hasilnya jelas, tidak maksimal.

Apa boleh buat, di tahun-tahun akhir masa kuliah, saya dipaksa harus memilih, untuk lebih fokus ke aktivitas berpikir yang butuh energi dan konsentrasi lebih. Waktu itu, pilihan ini jadi semakin mendesak untuk dipilih, karena saya sempat diopname beberpa hari, akibat menderita demam berdarah.

Hasilnya, grafik nilai saya jauh membaik, skripsi pun tuntas. Dalam perjalanannya, saya juga dipertemukan dengan menulis, yang belakangan jadi satu mata pencaharian.

Belakangan, keputusan ini jadi semakin relevan, karena lalulintas di kota tempat tinggal saya semakin padat, sehingga tidak cukup kondusif untuk jalan kaki.

Mungkin, cerita saya soal olahraga jalan kaki tidak cukup menyenangkan, tapi di balik bagian "tidak enak"-nya, tetap ada sisi positif yang tak lelah mengingatkan: setiap orang punya porsi masing-masing untuk dijalani, bukan untuk dibandingkan.

Kalau kata lagu yang sedang viral, "Ojo Dibandingke".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun