Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Juventus yang Membingungkan

12 September 2022   21:52 Diperbarui: 12 September 2022   21:55 333 7
Bicara soal kiprah Juventus, khususnya dalam lima tahun terakhir, ada kesan membingungkan yang kerap muncul. Kesan ini hadir, karena mereka kerap mengubah arah kebijakan dan rencana klub, tapi malah stagnan, bahkan cenderung menurun belakangan ini.

Di lapangan, beberapa bintang kelas atas hadir dan menambah kekuatan tim. Mulai dari Cristiano Ronaldo dan terkini Angel Di Maria dan Paul Pogba.

Tapi, bintang bintang tersebut kadang terganggu dengan masalah cedera atau penurunan performa. Di sisi lain, tim yang ada kurang kompetitif untuk terus bersaing di pacuan gelar, khususnya di tingkat Eropa.

Memang, Si Zebra sempat dominan di Liga Italia selama nyaris satu dekade, dan dua kali lolos ke final Liga Champions. Masalahnya, mereka tidak konsisten dalam hal perencanaan.

Terbukti dalam lima tahun terakhir, tarik ulur antara pendekatan "main cantik" dan pragmatis menjadi garis besar cerita mereka.

Awalnya, gaya main pragmatis di periode pertama Massimiliano Allegri dipandang cukup menjanjikan. Maklum, selain mampu membawa Juve dominan di liga, sepasang penampilan di final Liga Champions pun ikut dicatatkan.

Tapi, kemandekan progres tim di Eropa dan minimnya variasi taktik, akhirnya membuat gagasan untuk coba menerapkan gaya main lebih menghibur muncul.

Tak lama setelah dieliminasi Ajax di perempat final Liga Champions 2018/2019, Allegri akhirnya didepak dan diganti dengan Maurizio Sarri, pelatih yang dikenal dengan gaya main agresif dan pressing ketat.

Apakah masalah selesai setelah itu?

Ternyata tidak.

Meski berhasil membawa Si Nyonya Tua meraih Scudetto, kegagalan di Liga Champions membuat pelatih yang kini melatih Lazio ini juga didepak hanya setahun setelah bertugas.

Menariknya, segera setelah itu, Bianconeri justru menunjuk Andrea Pirlo, yang sebelumnya hanya diplot melatih tim muda Juventus, dan masih minim pengalaman melatih. Manajemen klub sepertinya berharap, kejadian yang dialami Barcelona dan Pep Guardiola bisa terjadi juga di Allianz Arena.

Maklum, Pirlo disebut-sebut lulus dengan skor tinggi saat kursus kepelatihan di Coverciano, tempat yang tersohor sebagai "Kawah Candradimuka" buat pelatih-pelatih di Italia. Sebuah potensi menarik dari seorang gelandang jenius pada masanya.

Dari segi permainan, tim milik keluarga Agnelli ini sebenarnya bermain cukup baik di awal sampai pertengahan musim, dengan gaya yang cukup menghibur. Tapi, akibat kehabisan bensin di putaran akhir, hanya trofi Coppa Italia dan Piala Super saja yang akhirnya bisa diraih.

Apa boleh buat, Sang Metronom pun didepak, hanya setahun setelah bertugas,  sama seperti pendahulunya. Kini, ia menangani Fatih Karagumruk, klub Superlig Turki.

Situasi awalnya sempat menarik, karena nama Zinedine Zidane sempat masuk bursa. Tapi, manajemen Juventus justru kembali membuat kejutan, dengan menunjuk lagi Massimiliano Allegri di musim panas 2021.

Sekilas, penunjukan ini terlihat seperti langkah "safety first", karena eks pelatih AC Milan itu memang punya rekam jejak dan pengalaman yang dibutuhkan. Sekalipun dikenal punya strategi cenderung pragmatis, selama hasilnya bagus seharusnya tak ada masalah.

Harapannya begitu, tapi kenyataan justru berkata lain. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, Si Putih-Hitam dipaksa puasa gelar. Sekalipun sudah belanja besar saat memboyong Dusan Vlahovic seharga 70 juta euro dari Fiorentina, transfer ini ternyata hanya mampu mengamankan posisi empat besar klasemen akhir.

Ketika musim 2022/2023 bergulir, harapan sebenarnya muncul, karena klub kedatangan pemain-pemain sekelas Paul Pogba, Arkadiusz Milik, Angel Di Maria, Filip Kostic dan Leandro Paredes.

Optimisme juga tampak semakin terasa, karena Bremer juga datang. Bek terbaik Liga Italia musim 2021-2022 itu datang, tak lama setelah Matthijs De Ligt pindah ke Bayern Munich.

Tapi, harapan yang ada belakangan bergeser jadi tanda tanya, akibat performa tim belum juga meyakinkan. Dari enam pertandingan, dua kemenangan dan empat hasil imbang memang bukan catatan yang sangat buruk.

Masalahnya, strategi yang diterapkan sang pelatih tampak kering kreativitas. Di sini cederanya Pogba dan Di Maria sebetulnya jadi pukulan cukup berat, karena mereka awalnya diplot untuk menghadirkan kreativitas di lini tengah.

Hanya 8 gol yang tercipta, dengan 4 kali kebobolan. Dari 8 gol itu, separuh diantaranya dicetak Dusan Vlahovic. Jadi, bisa dibayangkan seberapa besar ketergantungan pada bomber asal Serbia itu.

Catatan ini juga diperparah dengan 3 kartu merah yang didapat, saat Leonardo Bonucci dkk bermain imbang 2-2 melawan Salernitana, Senin (12/9, dinihari WIB). Satu-satunya hal positif di sini hanya catatan tidak kalah, karena sempat tertinggal 0-2 lebih dulu.

Di ajang Liga Champions, awalan kurang bagus juga dibuat klub rival sekota Torino ini, setelah kalah 1-2 di markas PSG yang diinspirasi sepasang gol Kylian Mbappe.

Meski secara permainan mampu mengimbangi, mereka baru mulai panas setelah mencetak gol di babak kedua.
Sebuah respon yang agak terlambat, dan menyempurnakan situasi membingungkan  tim peraih Scudetto terbanyak ini.

Entah apa yang sedang dipikirkan dan direncanakan manajemen Juve, tapi apa yang terjadi sejauh ini benar-benar membingungkan. Tak ada rencana atau arah yang jelas, tapi ambisi masih sangat tinggi.

Untuk ukuran klub besar Eropa, situasi ini jelas tidak wajar. Jika dibiarkan saja, penurunan yang sejauh ini sudah terlihat akan mencapai level baru dalam waktu dekat.

Mau dibawa kemana Juventus nanti?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun