Pada masa lalu, scamner biasa muncul di layanan email. Belakangan, mereka ikut melebarkan sayap ke media sosial, termasuk Instagram.
Mau tak mau, ini membuat semua pengguna media sosial berada dalam risiko serupa. Scammer bisa sewaktu-waktu mampir, termasuk ke akun media sosial kita. Kebetulan, saya punya satu pengalaman berkaitan dengan scammer di media sosial.
Pengalaman bertemu scamner itu baru saja saya alami Selasa (12/7) lalu berawal dari "like" nya pada salah satu postingan foto saya di Instagram, dia lalu mengirim pesan perkenalan kepada saya, dan memperkenalkan dirinya sebagai seorang wanita berusia 32 tahun asal Korea Selatan, yang sedang berbisnis di Malaysia.
Sebenarnya, obrolan yang tercipta sederhana saja, seperti obrolan di pelajaran bahasa Inggris tingkat sekolah. Begitupun saat esok harinya dia kembali mengirimkan pesan di Instagram saya.
Sekali lagi, obrolan sederhana muncul, dan tak ada yang aneh. Keanehan baru muncul, saat sang eonni secara tiba-tiba mencoba meminta nomor WhatsApp saya. Bukan cuma sekali, tapi berulang.
Di sini, saya merasa curiga, karena dia tampak mulai ngotot. Tapi, saya masih bisa menolak, karena merasa ini tidak biasa. Terlalu cepat, dan jujur saja, too good to be true.
Saya memang cukup suka nonton drama Korea, terutama yang bergenre komedi atau action. Tapi, ketika seorang eonni dari Korea Selatan meminta nomor kontak saya dalam waktu secepat itu, saya rasa ini tidak nyata.
Kecurigaan lain datang, dari komposisi followers nya, yang kebanyakan tidak berasal dari Negeri Ginseng. Sekalipun postingannya terlihat asli, rasa curiga saya unggul dengan skor 2-1 atas keyakinan saya.
Segera setelah saya meninggalkan ruang obrolan dengan sang terduga "scammer", saya lalu coba kroscek dengan mengirim pesan kepada seorang kawan lama, yang sudah saya kenal sejak masa sekolah.
Dalam bayangan saya, dia pasti cukup memahami perilaku orang Korea Selatan saat berkirim pesan. Maklum, dia adalah seorang penggemar K-Pop dan K-Drama, yang kebetulan juga pernah ikut program pertukaran pelajar di sana.
Ternyata, langkah ini tepat. Hasilnya bahkan jauh lebih baik dari bayangan awal saya.
Tanpa basa-basi, layaknya "emak-emak" pada umumnya, segera setelah diamati, teman saya ini lalu memastikan, kalau sang eonni adalah scammer. Penyebabnya, meski mengaku dari Korea Selatan, nyaris tak ada followers nya yang berasal dari sana. Kebanyakan malah berasal dari Malaysia.
Ternyata, ini memang salah satu ciri scammer di Instagram. Lucunya, teman saya ini lalu bercerita, dia juga pernah beberapa kali mendapat pesan dari scammer, seperti yang saya alami, tapi dalam versi pria, termasuk dari oppa Korea, yang tentu saja dicuekinya mentah-mentah. Satu kebetulan yang tidak disangka-sangka.
Kebetulan ini menjadi sedikit lucu buat saya, karena saya justru mendapat sudut pandang ganda. Scammer ternyata biasa menyasar pria atau wanita yang kelihatan "good looking", setidaknya menurut versi mereka.
Alhasil, segera setelah berterima kasih kepada teman saya, saya langsung memblokir dan me-report akun si scammer. Beres sudah. Tapi, terselip sedikit rasa geli di hati saya, karena label "good looking" ternyata masih punya sisi relatif.
Saya sebut demikian, karena jika label "good looking" dikaitkan dengan teman saya, itu memang masuk akal. Dia orang yang cantik, cerdas dan gaul.
Tentu saja itu lumayan jomplang, jika dibandingkan dengan saya yang secara fisik berkebutuhan khusus dan hanya mencukur kumis atau cuci muka untuk merawat wajah. Inilah yang membuat saya tertawa dalam hati.
Pada akhirnya, terlepas dari "good looking" atau tidak, scammer memang bisa menyasar siapa saja. Sebagus apapun sistem keamanan internetnya, kita tetap harus waspada.
Karena, seperti kata Bang Napi, "Kejahatan tidak hanya datang hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan."