Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Menyikapi Rencana Tarif Baru di Candi Borobudur

5 Juni 2022   21:29 Diperbarui: 6 Juni 2022   12:20 302 7
Pada Sabtu (4/6) lalu, pemerintah melalui Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan rencana perubahan tarif paket wisata untuk turis yang berkunjung ke Candi Borobudur. Dari yang sebelumnya 25-50 ribu rupiah menjadi 750 ribu rupiah untuk wisatawan domestik dan 100 dollar AS untuk turis mancanegara.

Selain itu, pemerintah juga membatasi jumlah maksimal wisatawan yang berkunjung menjadi 1200 orang per hari. Satu-satunya "kelonggaran" didapat untuk pelajar, yang dikenai tarif 5 ribu rupiah per orang.

Dengan perubahan tarif yang sedemikian drastis, wajar jika rencana keputusan pemerintah menuai kritik dan membuat kegaduhan di masyarakat, termasuk di kalangan pelaku industri pariwisata.

Maklum, candi yang jadi salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) Kemenparekraf ini sebenarnya sudah lama menjadi satu tujuan wisata populer di Indonesia, bahkan sempat masuk daftar tujuh keajaiban dunia.

Ditambah lagi, tarif baru yang dipatok terlalu mahal, untuk ukuran rata-rata  masyarakat Indonesia. Pertanyaannya, apakah ini adalah satu rencana keputusan yang salah?

Sebenarnya tidak juga. Di satu sisi, ini bisa dibilang masuk akal, karena berkaitan dengan satu situs bersejarah berusia 1000 tahun lebih, dan diakui UNESCO sebagai warisan dunia.

Karenanya, perlu ada upaya pelestarian dan konservasi yang benar-benar serius dan berkelanjutan. Jika tidak, keberadaan situs sejarah seperti Candi Borobudur bisa terancam.

Meski "keras" langkah pemerintah kali ini bisa menjadi satu "terapi kejut" efektif. khususnya bagi para wisatawan yang hobi melakukan vandalisme bahkan merusak. Dengan tarif paket wisata semahal itu, mereka akan dibuat berpikir berkali-kali sebelum melakukan.

Suka atau tidak, perilaku negatif oknum wisatawan nakal di Indonesia sudah lama jadi masalah dan ancaman tersendiri, seperti halnya faktor bencana alam.

Jangankan situs bersejarah, kebun bunga yang baru viral saja banyak yang langsung rusak parah karena diinjak-injak oknum wisatawan nakal. Jadi memang perlu ada satu pendekatan tegas yang bisa meminimalkan, karena cara halus kurang efektif.

Penetapan tarif baru ini sendiri pasti sudah melalui kajian mendalam, walaupun itu kemungkinan akan dikaji ulang, seturut kegaduhan yang muncul di dunia maya. Maklum, untuk konservasi Candi Borobudur, pemerintah bekerjasama dengan UNESCO, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB.

Alasan lain yang membuat kebijakan ini masuk akal adalah,  pemerintah berencana menjadikan candi yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini sebagai satu pusat tempat ibadah dan wisata religi agama Buddha skala internasional.

Kurang lebihnya, Candi Borobudur akan berkonsep seperti kompleks Angkor Wat di Kamboja, atau Wat Arun di Thailand. Kedua tempat ini adalah situs bersejarah dan tempat ibadah agama Buddha, sekaligus destinasi wisata yang cukup populer di mata turis, termasuk turis mancanegara.

Kebetulan, Borobudur sendiri merupakan candi bercorak Buddha, dan agama Buddha sendiri merupakan salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Jadi, rencana pemerintah kali ini cukup bisa dimengerti.

Sambil menjaga kelestarian situs bersejarah, pemerintah juga menjamin kebhinekaan tetap hadir secara nyata, termasuk bagi golongan agama minoritas.

Tapi, untuk mencegah "kecemburuan sosial" dari obyek wisata sejenis, pemerintah sebaiknya juga membuat pengaturan dan pembatasan jumlah pengunjung secara spesifik, di obyek wisata sejenis, misalnya Candi Prambanan, Candi Muara Takus di Sumatera, dan candi-candi di Jawa Timur.

Dengan demikian, masyarakat bisa teredukasi untuk bersikap sebagaimana wisatawan yang baik, di situs bersejarah, karena dengan membayar cukup mahal, mereka pasti tidak akan berani berbuat seenaknya, karena pasti tidak mau tekor akibat kena denda berat.

Di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi cara efektif menjaga kelestarian situs bersejarah, sambil merajut kebhinekaan, di tengah hadirnya bahaya laten radikalisme dan ekstremisme di Indonesia beberapa tahun terakhir.

Soal tarif yang mahal ini, pemerintah harus bisa memastikan, kualitas yang didapat akan sepadan, kalau bisa sesempurna mungkin. Berhubung seluruh dunia nanti akan melihat, ada kesalahan serius sedikit saja pasti akan disorot habis.

Jika mampu diterapkan secara konsisten dan adil, dampak positifnya pasti akan dirasakan semua pihak, termasuk masyarakat sekitar tempat wisata.

Selama tidak ada korupsi (dalam bentuk apapun) di dalamnya, seharusnya ini bukan satu kesalahan, karena akan bermanfaat secara luas. Dengan demikian, pemerintah pun bisa semakin dipercaya, karena telah benar-benar hadir di masyarakat.

Selebihnya, tinggal kita lihat, seberapa jauh dampaknya, dan seberapa konsisten kebijakan ini dijalankan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun