Secara total, mereka menggelontorkan dana 4,25 miliar pounds, yang mencakup biaya pengambilalihan saham dan proyek-proyek klub, termasuk rencana pembangunan stadion.
Kabar ini tentu saja menjadi satu kabar baik, setelah situasi sempat terkatung-katung. Seperti diketahui, Roman Abramovich (pemilik Chelsea terdahulu) dan aset-asetnya dicekal pemerintah Inggris, akibat faktor politik.
Meski begitu, para loyalis The Blues perlu bersiap melihat wajah dan gaya baru klub di bursa transfer. Maklum, titik fokusnya sama sekali berbeda.
Selama nyaris dua dekade terakhir, mereka biasa melihat klub belanja jor-joran. Tanpa banyak menawar harga, sejumlah pemain biasa datang dengan harga fantastis.
Selama menjadi bos di Stamford Bridge, Abramovich sendiri disebut-sebut telah menyuntikkan dana sebesar 1,5 miliar pounds, hanya untuk transfer pemain.
Jelas, juragan minyak asal Rusia ini benar-benar fokus membangun tim yang kompetitif. Akibatnya, neraca keuangan klub masih lebih sering minus.
Sementara itu, Todd Boehly dan kolega cenderung memperhatikan keseimbangan neraca keuangan. Mirip seperti Fenway Sports Group alias FSG, pemilik Liverpool yang juga asal Negeri Paman Sam.
FSG sendiri memang dikenal cukup irit, tapi cerdik soal berbelanja pemain. Kadang, mereka bisa menjual mahal seorang pemain, untuk modal membeli pemain baru. Kalaupun kurang sukses secara teknis, minimal pemain itu bisa mendatangkan uang saat dijual.
Salah satu kasus paling mencolok hadir, saat Coutinho dijual ke Barcelona dengan ongkos 142 juta pounds awal tahun 2018. Dana transfer ini lalu digunakan untuk membeli Virgil Van Dijk di bursa transfer yang sama, dan Alisson Becker di musim panas.
Sebelumnya, langkah serupa juga diambil FSG saat melepas Fernando Torres (2011) dan Luis Suarez (2014). Dana besar hasil penjualan keduanya langsung digunakan, untuk membeli pemain baru.
Selain terukur dalam hal dana belanja, FSG juga dikenal biasa menggunakan data statistik, untuk menentukan pemain incaran. Dengan paduan kecermatan dan kemampuan Juergen Klopp dalam memoles pemain, efektivitas belanja The Reds belakangan semakin oke.
Paling gres, dari pendekatan ini, Si Merah baru saja mengamankan tenaga Fabio Carvalho (19). Pemain asal Portugal ini didatangkan dari Fulham dengan ongkos total 8 juta pounds, setelah ikut membantu klub kota London itu promosi ke kasta tertinggi Liga Inggris.
Pendekatan ala FSG ini kebetulan juga sudah diterapkan di klub baseball Boston Red Sox, dan memang menjadi gaya umum di Amerika Serikat. Todd Boehly sendiri juga menerapkan gaya serupa, di klub baseball Los Angeles Dodgers, dimana dia menjadi salah satu pemilik.
Dengan demikian, bukan kejutan kalau gaya serupa juga akan hadir di Tim London Biru. Ada jual beli pemain dan bongkar pasang skuad, untuk orientasi jangka panjang.
Peluang terjadinya bongkar pasang skuad ini cukup terbuka, khususnya di lini belakang, yang akan ditinggal pemain senior macam Andreas Christensen (ke Barcelona) dan Antonio Rudiger (ke Real Madrid). Daftar ini berpotensi bertambah, karena Cesar Azpilicueta juga sedang didekati Barcelona, jelang kontraknya habis.
Selain karena faktor kepergian para pemain senior dan regenerasi pemain, bongkar pasang ini kemungkinan juga akan berkaitan erat dengan pengaturan struktur gaji pemain. Akan ada batasan tegas soal gaji, supaya neraca keuangan klub tidak terlalu timpang.
Di Liga Inggris, pengaturan struktur gaji pemain seperti ini sudah hadir di Liverpool. Karenanya, mereka tampak masih sangat hati-hati, terkait status perpanjangan kontrak Sadio Mane dan Mohamed Salah.
Jadi, bukan kejutan kalau Chelsea akan terlihat lebih "pelit" dibanding biasanya. Dalam hal target prestasi, tekanan tinggi khas era Roman Abramovich sepertinya juga akan ditinggalkan, karena proses dan progres akan lebih didahulukan ketimbang hasil, seperti apa yang  terjadi di Liverpool.
Tentu saja, gaya ini akan jadi satu antitesis dari gaya royal para taipan Timur Tengah di klub Eropa. Tapi, ini akan jadi penyeimbang yang bagus, karena ternyata masih ada pemilik klub yang mau memperhatikan aspek kesehatan finansial klub, berikut kemauan berproses dan berprogres.
Ketiganya akan jadi pondasi kuat, untuk mencapai prestasi di lapangan, sambil menjaga keberlanjutan klub secara keseluruhan. Di era sepak bola modern seperti sekarang, tuntutan untuk berprestasi secara instan memang membudaya.
Tapi, bukan berarti aspek keolahragaan yang fundamental boleh diabaikan begitu saja. Tanpa dasar yang kuat, mereka akan sulit bertahan lama, karena tidak akan ada keberlanjutan di sini.