Oke, penampilan keduanya di podcast lalu sama-sama viral, dan populer di dunia maya. Masalahnya, popularitas itu datang, dalam dua sentimen berbeda.
Shin Tae-yong (dan penerjemahnya) kebagian sentimen positif publik, karena mau bicara jujur dan terbuka. Sisi positif dan negatif pesepakbola nasional juga dijelaskannya, lengkap dengan masukan positif yang bisa dijalankan.
Meskipun arah diskusi di podcast sebenarnya kurang fokus, karena Deddy Corbuzier sendiri adalah pembicara lintas topik, semua diikutinya sampai tuntas. Masyarakat, khususnya publik sepak bola nasional jadi ikut terhibur sekaligus teredukasi.
Ini sejalan dengan sentimen positif yang sebelumnya sudah ada. Seperti diketahui, pelatih asal Korea Selatan itu banyak diapresiasi, karena sukses membawa Tim Garuda ke final Piala AFF 2020, dengan tim bermaterikan pemain muda dan status tim non-unggulan di fase grup, karena kompetisi nasional sempat vakum setahun akibat pandemi.
Satu hal lain yang saya ingat dari podcast ini adalah, seorang teman saya, yang sebenarnya bukan penggemar sepak bola pun tertarik menonton. Di sini, faktor popularitas seorang Deddy Corbuzier sebagai YouTuber populer, sukses menjadi daya tarik tersendiri.
Waktu itu, saya sengaja membagikan link tayangan podcast secara spontan. Sehari-harinya, ia berprofesi sebagai penerjemah bahasa Korea, dan suka belajar lebih giat, untuk meningkatkan kemampuannya.
Jadi, saya terpikir untuk membagikan link itu, siapa tahu bisa sedikit bermanfaat. Pertimbangannya, dalam belajar bahasa, khususnya bahasa asing, penuturan seorang "native speaker", dan perspektif interpretasi atau terjemahan, dari  interpreter atau penerjemah (yang juga seorang "native speaker") adalah satu paket belajar bahasa asing kelas istimewa.Â