Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife Pilihan

Saat Sebuah Kabar Terasa Sangat Berharga

12 Desember 2021   01:58 Diperbarui: 12 Desember 2021   02:01 125 7
Sebelumnya, saya perlu menjelaskan, ini adalah pendapat berdasarkan sudut pandang saya sebagai seorang penyandang disabilitas, berdasarkan kejadian yang belum lama ini saya alami.

Sejak kembali menjadi pekerja serabutan selama setahun terakhir, mencari lowongan kerja tetap menjadi satu hal yang kadang saya coba. Sambil mengerjakan project, atau sesekali bantu-bantu mengurus pesanan dodol di rumah, eksperimen ini layak dicoba.

Di satu sisi, bekerja freelance memang menyenangkan, tapi ketidakpastian yang ada di dalamnya membuat saya mencoba mencari opsi yang lebih stabil. Iseng-iseng mungkin berhadiah.

Kebetulan, ada dua lembaga penyalur tenaga kerja disabilitas, yang memberi saya dua perspektif berbeda, meski sama-sama berbasis di Jakarta. Lembaga pertama menjadi tempat saya mendapat pelatihan prakerja dan magang di satu perusahaan yang bergerak di bidang fashion, tak lama setelah saya kena PHK akibat imbas pandemi, sekitar setahun lalu.

Setelah itu, mereka memang menginformasikan beberapa lowongan kerja kontrak. Ada yang saya tindak lanjut, ada yang tidak. Untuk yang tidak, kebanyakan karena pada saat itu saya sedang berhalangan, entah karena sedang ada project atau situasi yang kurang kondusif.

Masalahnya, mereka cenderung bergerak dengan mode "hit and run" alias "tabrak lari". Dalam artian, mereka menghubungi tiba-tiba, dan tanpa ba-bi-bu langsung meminta untuk secepatnya merespon. Selanjutnya, mereka langsung menjadwalkan wawancara virtual dalam waktu dekat.

Kedengarannya bagus, tapi setelahnya mereka menghilang sama sekali. Kalaupun muncul lagi, mereka datang dengan membawa informasi lowongan kerja kontrak lain, yang harus segera direspon.

Di sini, saya sedikit jengkel, karena gaya komunikasi mereka kurang baik. Tidak ada informasi pada tahap follow up, langsung menghilang begitu saja. Kebetulan, saat itu virus varian delta sedang meledak di Indonesia. Melihat situasinya, ini bisa dimengerti, tapi gawat kalau ternyata jadi kebiasaan.

Pengalaman ini membuat saya lebih berhati-hati saat mencoba platform sejenis. Butuh beberapa waktu untuk minggir sejenak, sebelum akhirnya mencoba lagi saat situasi berangsur membaik.

Makanya, ketika ada kesempatan lain di media sosial, saya lalu mencoba. Berawal dari iseng-iseng mengisi link google form, saya lalu mendapat kesempatan wawancara bertahap dengan sebuah BUMN sektor finansial.

Di sini, komunikasinya cukup intens, sebelum akhirnya mereka tiba-tiba menghilang selama dua pekan. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk gantian "mengejar" mereka, dengan menginformasikan seputar kemungkinan PPKM Level 3 pada akhir tahun (yang belakangan batal).

Jelas, meski sebenarnya siap, saya tetap harus mengantisipasi sendiri setiap kemungkinan. Jadi, komunikasi merupakan satu keharusan, sebagai langkah persiapan, karena mereka tidak bertanggung jawab sampai ke sana.

Rupanya, strategi "gegenpressing" ini sukses. Hanya sekitar seminggu setelah kembali berkontak, keputusan akhir itu datang. Meski hasilnya gagal, kabar ini sangat melegakan. Tak ada lagi situasi kena ghosting atau digantung seperti sebelumnya.

Di sini, saya sangat mengapresiasi kejujuran mereka, meski harus agak dikejar. Bukan apa-apa, mereka sudah menunjukkan kesan serius, dengan meminta berkas penting seperti softcopy ijazah dan surat keterangan disabilitas dari dokter di rumah sakit umum pusat (untuk yang disebut kedua, biayanya cukup mahal bagi saya, dan agak repot karena harus diurus sendiri).

Jadi, saya hanya berusaha mengimbangi keseriusan itu. Kalau mereka mendadak berubah, maka saya perlu mengingatkan. Pertanyaannya simpel: Di mana keseriusan mereka tempo hari?

Saya memang mengapresiasi keberadaan platform lowongan kerja bagi penyandang disabilitas, walaupun kesempatan untuk bekerja tetap di sini langkanya masih setengah mati.

Mereka memang punya niat baik, walaupun belum sepenuhnya mampu melawan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas di dunia kerja Indonesia. Tapi, akan jauh lebih baik lagi, kalau mereka bisa lebih terbuka, dan mau terus berkomunikasi dengan intens sampai akhir, apapun hasilnya.

Ini sangat penting, karena bisa membuat si penyandang disabilitas merasa lebih dimanusiakan, karena tak diperlakukan dengan mode "tabrak lari". Jika sejak awal terbuka, apapun hasilnya tak masalah, sepanjang itu jujur.

Jangankan kabar baik, sebuah kabar buruk pun akan terasa melegakan, karena ada kepastian di dalamnya. Jujur soal kepastian, sekalipun itu bukan kabar baik, selalu jauh lebih baik, daripada menebar ketidakpastian.

Itulah mengapa, sebuah kabar kadang terasa sangat berharga.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun