Di satu sisi, ini bisa dimengerti, karena harapan publik sepak bola nasional selalu besar. Sekalipun tata kelola sepak bola nasional masih bobrok, dahaga akan prestasi selalu saja besar.
Apalagi, Tim Garuda adalah tim spesialis patah hati di sini. Lima kali lolos ke final, walau akhirnya selalu tumbang, sebuah rekor yang tentu saja membuat banyak orang merasa penasaran.
Setelah ambyar di edisi 2018 lalu, sedikit harapan memang hadir, seiring progres Timnas Indonesia di bawah arahan Shin Tae-yong. Dalam kondisi yang sebenarnya serba tak ideal, ada progres positif yang dicapai, setidaknya dalam hal determinasi dan stamina.
Di bawah komando pelatih asal Korea Selatan ini, Evan Dimas dkk memang sudah lebih kuat secara fisik, dan lebih ngotot saat kehilangan bola. Sebuah capaian yang baik, saat kompetisi nasional sempat vakum lama akibat imbas pandemi.
Masalahnya, tim-tim peserta lain juga tak kalah set. Kamboja masih terus berproses bersama Keisuke Honda. Sementara itu, Laos kali ini diperkuat  Billy Ketkeophomphone, pemain keturunan yang bermain di Ligue 2 Prancis bersama USL Dunkerque.
Itu baru Laos dan Kamboja, dua tim yang sering jadi bulan-bulanan di Asia Tenggara. Bagaimana dengan Vietnam dan Malaysia?
Kedua tim ini sama-sama punya modal cukup wah. Vietnam masih dilatih si nyentrik Park Hang Seo dan lolos ke babak akhir kualifikasi Piala Dunia 2022, sekaligus lolos ke Piala Asia 2023, meski jadi lumbung poin tim lawan.
Bagaimana dengan Malaysia? Tim Harimau Malaya mempersiapkan tim yang diperkuat beberapa pemain naturalisasi.
Dengan masih kuatnya Vietnam, dan progres positif yang dibuat tim-tim lain, penting untuk Timnas Indonesia tetap waspada dan fokus. Tidak boleh sedikit pun meremehkan lawan, karena itu bisa berakibat fatal.
Mengingat kondisi yang ada belakangan ini, juara hanya target yang boleh diimpikan, tapi bukan untuk dikejar sejak awal. Alih-alih juara, lolos dari fase grup saja sudah cukup untuk dianggap sebagai sebuah prestasi.
Praktis, satu-satunya hal yang perlu diperhatikan adalah, bagaimana tim ini bisa tampil baik dari laga ke laga. Tak perlu berpikir muluk soal trofi juara, tapi pikirkan saja soal kesempatan memperbaiki ranking FIFA Timnas Indonesia, lewat hasil positif di Singapura.
Lebih jauh, Piala AFF ini bisa menjadi satu persiapan jelang kualifikasi Piala Asia, yang akan diikuti Tim Garuda. Jika PSSI tak berpikir jangka pendek, lolos ke Piala Asia dan mendapat perbaikan ranking FIFA, tetap jadi satu prestasi positif, yang seharusnya tak kalah krusial, ketimbang hanya berfokus di Piala AFF, tapi malah kehilangan semuanya setelah turnamen ini selesai.
Selebihnya, mari kita nikmati aksi Tim Garuda di lapangan.