Pertama, selusin artikel itu adalah satu rangkaian tugas, saat saya menjalani magang di sebuah perusahaan produsen produk kerajinan dari kain tenun khas keempat daerah tersebut.
Selama kurang lebih dua bulan masa magang di penghujung tahun 2020 itu, saya banyak bereksplorasi. Mulai dari membaca jurnal geologi, jurnal arsitektur, sampai liputan berita.
Hasil eksplorasi itu lalu saya olah menjadi artikel, sesuai dengan tema tugas yang diberikan. Biasanya, artikel-artikel yang sudah saya buat, langsung saya kirimkan ke koordinator tim, dan tak pernah saya sentuh setelahnya.
Selama nyaris setahun, selusin artikel ini saya simpan di laptop. Dengan harapan, semuanya akan diposting, entah di media sosial, atau platform lainnya milik perusahaan.
Ternyata, selama waktu itu, tidak ada satupun yang diposting. Saya pun mulai berpikir untuk memposting selusin artikel ini di Kompasiana.
Pertimbangannya, selusin artikel ini memuat ragam informasi yang layak dibagikan. Daripada mubazir, sebaiknya dibagikan, karena bisa sedikit menambah wawasan, atau minimal menyegarkan ingatan.
Di sini, saya memilih untuk menunggu dulu momen yang tepat untuk memposting selusin artikel ini. Poin inilah yang jadi pertimbangan kedua.
Ternyata, keputusan ini jitu, karena "momen yang tepat" ini diwarnai dua kejadian. Pertama, lomba menulis artikel di Kompasiana, yang secara khusus mengangkat tema seputar DSP Mandalika di Pulau Lombok.
Di lomba yang belum lama ini selesai, saya memposting tiga artikel seputar Pulau Lombok. Soal hasil akhir lomba, saya tidak peduli, karena niat awalnya memang hanya untuk meramaikan.
Ketiga, sejak awal sampai pertengahan bulan November ini, saya disibukkan dengan serangkaian proses wawancara dan pengurusan dokumen administrasi, untuk keperluan rekrutmen di sebuah perusahaan plat merah, yang sepertinya sedang mencari tenaga kerja dari penyandang disabilitas.
Karena prosesnya yang serba mendadak, semua terlihat kacau. Kontak awal yang mendadak disambung wawancara awal via telepon, lalu wawancara lanjutan secara daring, ditambah pemberkasan dan pekerjaan lain, hanya dalam waktu kurang dari dua minggu. Benar-benar, kocar-kacir.
Saya sempat bingung mau menulis apa, meski sebenarnya ingin tetap menulis secara rutin, demi menjaga kesehatan mental dan konsistensi yang sudah mulai terbentuk. Alhasil, kedua belas artikel itulah yang saya hadirkan. Benar-benar sebuah timing yang sempurna.
Meski belakangan saya jadi kena "ghosting" setelah rangkaian wawancara dadakan ini, efek negatifnya tidak terlalu parah, karena  pikiran tidak benar-benar buntu. Selama masih ada yang bisa dilakukan, seharusnya semua baik-baik saja.
Meski terlihat malas, mungkin inilah satu kesempatan baik untuk berbagi sambil mengistirahatkan pikiran sejenak. Selama itu bisa bermanfaat dan bukan sebuah pelanggaran, seharusnya itu bukan masalah. Toh ini bukan cerita soal kenangan mantan.