Jujur saja, saya tak tahu sama sekali, apa isi tulisan atau pesan lengkapnya. Sejak awal memang sudah seperti itu, bersama gelas-gelas plastik, yang entah milik siapa.
Dalam wujudnya, obyek yang lalu menjadi foto itu seperti sedang "bercerita". Tepatnya, tentang kewaspadaan dan euforia yang berbanding terbalik di masa pandemi virus cap bir.
Di awal kehadirannya, tulisan lengkap di papan itu seperti menandai, masih tingginya kewaspadaan, di tengah harapan yang mulai tumbuh, setelah setahun lebih tertidur pulas gegara terbuai dalam pandemi.
Ketika harapan itu tumbuh semakin besar, seiring turunnya angka kasus, ternyata itu justru membuat kewaspadaan tampak mengkerut, seperti kerupuk disiram kuah bubur ayam.
Memang, vaksinasi massal sudah menjangkau semakin banyak orang. Masalahnya, vaksin baru akan efektif berfungsi, jika dosisnya sudah lengkap.
Jika belum, tak ada gunanya, karena vaksinasi dosis lengkap adalah kunci mencapai kekebalan kolektif. Kekebalan kolektif sendiri baru bisa tercapai, jika vaksinasi dosis lengkap sudah mencakup 70-75 persen dari total populasi.
Dalam konteks jumlah penduduk Indonesia, hitungan sederhananya begini. Taruhlah total jumlah penduduk Indonesia 280 juta jiwa, maka, kekebalan kolektif baru bisa tercapai di kisaran angka 196-210 juta jiwa, atau kalau mau bulatnya saja, kita taruh di angka 200 juta jiwa.
Dengan target minimal sebanyak itu, seharusnya kewaspadaan tak boleh kendor sebelum tercapai, karena akibatnya bisa fatal. Jika sudah tercapai pun, waspada masih tak boleh bolos, karena virus cap bir ini hobi bermutasi seperti X-Men.