Masalah dimulai dari krisis keuangan klub. Awalnya, masalah ini datang dari mismanajemen di era Josep Maria Bartomeu, tapi semakin parah akibat imbas pandemi.
Adanya kebijakan "salary cap" dari La Liga Spanyol juga membuat situasi makin runyam. Raksasa Catalan dipaksa  harus mentaati kebijakan ini, supaya neraca keuangan klub tetap sehat.
Alhasil Barca dipaksa melakukan bongkar pasang skuad, sampai detik-detik terakhir bursa transfer musim panas lalu. Dimana, Azulgrana saat itu meminjamkan Antoine Griezmann ke Atletico Madrid, Â meminjam Luuk De Jong dari Sevilla, plus menjual Emerson Royal ke Tottenham Hotspur, meski sebenarnya belum lama dipermanenkan dari Real Betis.
Pemain senior seperti Gerard Pique dan Jordi Alba juga ikut dipaksa menerima pemotongan gaji signifikan, demi bisa membantu klub mendaftarkan pemain baru seperti Sergio Aguero dan Memphis Depay.
Dampak ekstrem pun hadir, karena Blaugrana dipaksa merelakan Lionel Messi hengkang secara gratis. Begitu juga dengan Illaix Moriba, gelandang muda jebolan akademi La Masia, yang dilepas ke RB Leipzig, setelah negosiasi perpanjangan kontraknya macet.
Mau tak mau, semua keruwetan ini sukses memaksa tim tampil seadanya, dengan menyertakan pemain-pemain jebolan akademi seperti Ronald Araujo, Gavi, dan Ansu Fati.
Mereka diplot sebagai kerangka era baru tim, bersama pemain berbakat macam Pedri dan Frenkie De Jong. Masalahnya, transisi Los Cules selepas Lionel Messi pergi tak semulus kelihatannya.
Para pemain muda selain Pedri dan Frenkie De Jong, rata-rata masih belum berpengalaman di tim utama. Ansu Fati yang disebut-sebut berbakat pun masih belum menemukan bentuk terbaik, karena sempat absen panjang akibat cedera.
Pemain baru yang datang pun setali tiga uang. Memphis Depay masih berupaya menemukan bentuk permainan terbaik, Luuk De Jong terlihat seperti opsi cadangan, sementara Aguero masih absen karena cedera otot.
Para pemain senior yang tersisa pun sebagian diantaranya ternyata sudah "habis masa". Tak mulusnya regenerasi dari pemain jebolan akademi La Masia, yang sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, akhirnya jadi bom waktu yang sekarang meledak.
Disebut demikian, karena saat pelatih Ronald Koeman mulai mencoba memasukkan pemain-pemain muda di tim utama, perbedaan kualitasnya langsung terlihat. Bukan berarti mereka jelek, tapi butuh waktu sedikit lebih lama untuk bisa memoles mereka menjadi pemain bintang.
Jadi, wajar kalau Barca mencatat performa kurang maksimal di awal musim ini. Jangankan mengalahkan Bayern Munich di Liga Champions, menghadapi Granada saja masih kewalahan.