Entah popularitas itu awet atau tidak, selama itu sifatnya baik, tentu akan membanggakan. Masalahnya, jika itu bercampur dengan hal kurang baik, rasanya pasti membingungkan.
Di sepak bola nasional, situasi ini kebetulan sedang dialami AHHA PS Pati FC, klub kontestan Liga 2 Indonesia.
Memang, sejak diakuisisi oleh Atta Halilintar dan Putra Siregar, klub ini banyak mendapat sorotan. Kehadiran duet YouTuber kondang dan pengusaha ini juga mampu menarik minat sponsor maupun eksposur media.
Otomatis, pemain-pemain kelas nasional seperti Zulham Zamrun dan Sutan Zico pun pun bisa diboyong. Tak heran, klub berlogo kuda jingkrak ini menjelma jadi satu klub yang diprediksi bisa bersaing di Liga 2.
Di lapangan, performa tim "Java Army" juga terlihat menjanjikan, dengan antara lain mencatat beberapa kemenangan atas Persija Jakarta, PSS Sleman dan Persiraja Banda Aceh. Ketiganya merupakan kontestan Liga 1.
Masalahnya, tim asuhan Ibnu Grahan ini juga banyak disorot media, karena dua hal yang tidak biasa. Pertama soal kebijakan rekrutmen pemain. Kedua, karena aksi bermasalah di lapangan.
Untuk hal pertama, klub yang bermarkas di kota Pati ini disorot, karena berani mengontrak Nurhidayat dan Yudha Febrian. Keduanya pernah dicoret dari Timnas Indonesia karena masalah indisipliner.
Tapi, manajemen klub meyakini, mereka masih punya kesempatan. Bahkan, mereka berani menyebut jargon "dirangkul bukan dipukul".
Banyak pihak yang mengernyitkan dahi, karena tim ini berani melakukannya. Meski begitu, tim yang semula bernama PSG Pati belakangan kena batunya, setelah ada dua pemain berlabel Timnas Indonesia dicoret karena masalah indisipliner.
Memang, hingga kini masih belum jelas siapa yang dicoret. Tapi, kebijakan rekrutmen pemain mereka mulai jadi bumerang.
Disebut demikian, karena ini berkaitan dengan hal kedua, yakni munculnya aksi bermasalah di lapangan. Tepatnya, saat AHHA PS Pati FC berujicoba dengan Persiraja Banda Aceh.
Meski menang 3-0 atas Persiraja, sorotan pada laga ini datang, karena adanya insiden aksi tendangan kungfu Syaiful Indra Cahya kepada pemain lawan. Kejadian ini disambung ulah Zulham Zamrun yang berkelahi dengan pemain lawan.
Buntutnya, kubu AHHA PS Pati FC lalu meminta maaf kepada pemain dan manajemen Persiraja. Kedua pemain yang terlibat pun sudah dipulangkan ke Pati. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, karena jejak digital yang ada sudah terlanjur viral.
Slogan "kasih keras" yang mereka gaungkan pun seolah menjadi nyata. Dengan cara sedikit menyeramkan, slogan "kasih keras" itu diterapkan dalam pertandingan persahabatan.
Alhasil, sorotan pun datang, bahkan dari media luar negeri. Kali ini, giliran Marca, media kenamaan di Spanyol, yang mempublikasikan insiden viral tersebut.
Sampai di sini, tim "Java Army" memang mendapat sorotan dan jadi populer, tapi dua masalah ini terbukti berdampak negatif. PSSI yang tadinya cuek pun berencana mengkaji kemungkinan sanksi kepada Syaiful Indra Cahya dan Zulham Zamrun.
Jika dilihat sejak awal, pendekatan yang ditempuh AHHA PS Pati FC terkesan janggal. Mereka seperti memilih cara tak biasa, untuk mendapat banyak sorotan dalam waktu singkat.
Strategi itu memang berhasil, tapi ikut membawa serta efek negatif, karena ada insiden tak mengenakkan di sana. Seharusnya, mereka bisa lebih berhati-hati, karena ini menyangkut image klub dan sepak bola nasional secara keseluruhan.
Sekali buruk, sponsor akan enggan untuk datang. Sepak bola nasional yang sudah bobrok pun bisa semakin ditertawakan.
Andai pendekatan ini tetap dijalankan, masalah yang ada saat ini jelas baru awal. Apalagi, kompetisi Liga 2 masih belum mulai. Perjalanan masih sangat panjang, semua masih mungkin terjadi.
Pertanyaannya tinggal apakah mereka bisa bertahan atau tidak dari semua masalah ini, bukan promosi dan Liga 2 atau tidak, karena masih ada masalah yang harus dibenahi, khususnya dalam hal disipliner.