Maklum, selain sama-sama merupakan tim besar, kualitas materi pemain kedua tim dianggap lebih oke, dibandingkan Sevilla (Spanyol) atau Shakhtar Donetsk (Ukraina). Secara historis, Si Biru-Hitam dan Si Setan Merah sama-sama berstatus tim pemegang tiga trofi juara Liga Champions.
Daya tarik keduanya makin kuat, karena mereka sama-sama punya basis penggemar fanatik luas. Jika perlu bumbu tambahan, Inter punya Alexis Sanchez, Romelu Lukaku, dan Ashley Young, trio pemain pesakitan era Ole Gunnar Solskjaer, yang justru bersinar di Kota Mode Italia.
Tapi, kenyataan justru menampilkan sebuah paradoks, dari dua tim favorit ini. Menariknya, semifinal kali ini turut menampilkan tuah Sevilla, sebagai tim tersukses di Liga Europa (5 kali juara).
Benar, Inter bermain sesuai prediksi, bahkan mampu menang 5-0 atas Shakhtar, berkat dwigol duet Romelu Lukaku-Lautaro Martinez plus satu gol Danilo D'Ambrosio. Efektivitas permainan mereka juga membuat Il Biscione (Si Ular Besar) mampu melilit dan meremukkan tim juara Piala UEFA 2009 itu tanpa ampun.
Tapi, penampilan sebaliknya ditampilkan Manchester United. Meski mampu membuat banyak peluang, Marcus Rashford dkk harus membentur dinding tebal dalam diri Yassine Bounou. Kiper Timnas Maroko ini tampil gemilang, dengan membuat sejumlah penyelamatan penting.
Memang, United sempat unggul lebih dulu lewat penalti Bruno Fernandes, yang belakangan seperti menjadi satu rumus andalan mereka dalam mencetak gol. Kebetulan, penalti Bruno Fernandes jugalah yang membawa United mengatasi perlawanan sengit FC Copenhagen (Denmark) di babak sebelumnya.
Setelahnya, Anthony Martial cs coba menggempur pertahanan Los Palanganas, sebelum akhirnya justru kebobolan lewat gol-gol Suso, hasil umpan Sergio Reguillon dan Luuk De Jong. Alhasil, kemenangan 2-1 Jesus Navas dkk membawa mereka tampil di final, sekaligus memberi pesan kepada United, bahwa cara yang sama (gol penalti Bruno Fernandes) takkan mempan dua kali, meski terjadi dua kali.
Meski bukan final ideal, setidaknya di mata Manchunian, pertemuan Inter dan Sevilla justru merupakan final ideal sesungguhnya, karena mereka sama-sama mampu bermain efektif, dan punya kreativitas serangan mumpuni. Agresivitas dan ketajaman mereka, juga akan membuat final Liga Europa layak dinanti.
Bagi kedua pelatih, final Liga Europa akan menjadi satu kesempatan baik, untuk memperbaiki reputasi. Di kubu Inter, kemenangan akan memperbaiki catatan tanpa gelar Antonio Conte di Eropa sebagai pelatih. Sebelumnya, eks pelatih Timnas Italia ini hanya sempat sukses besar di Italia bersama Juventus.
Di kubu Sevilla, kemenangan akan mempertegas status "Raja Liga Europa" dan memperbaiki reputasi Julen Lopetegui, yang sempat tercoreng kala melatih Timnas Spanyol dan Real Madrid. Seperti diketahui, eks kiper Barcelona ini pernah membuat kontroversi, saat mundur mendadak dari Tim Matador, jelang Piala Dunia 2018.
Kiprah Lopetegui di Bernabeu hanya seumur jagung, setelah dirinya dipecat akibat rentetan hasil buruk bersama Si Putih. Reputasi buruk ini sedikit diperbaiki, setelah membawa Sevilla finis di posisi empat besar La Liga.
Berhubung Inter dan Sevilla sama-sama sudah lolos ke Liga Champions musim depan lewat jalur liga domestik, bisa dipastikan kedua tim akan tampil tanpa beban di final, karena trofi juara sudah di depan mata. Inilah titik fokus kedua tim, untuk menutup musim debut kedua pelatihnya dengan manis.
Tim manakah yang akan berpesta?