Sebelumnya, City mengurung habis pertahanan sang wakil Prancis, setelah Maxwell Cornet berhasil menjebol gawang Ederson di babak pertama. Upaya City berhasil, saat Kevin De Bruyne mencetak gol di menit ke 70.
Momen ini membuat Si Biru Langit makin bernafsu mencetak gol. Sayang, kelemahan lama mereka, yakni serangan balik cepat, justru kambuh. Akibatnya, tim asuhan Rudi Garcia mampu mencetak dua gol lewat aksi Dembele, sekaligus lolos ke babak semifinal Liga Champions.
Di semifinal, Memphis Depay cs sudah ditunggu Bayern Munich, yang sehari sebelumnya menggasak Barcelona dengan skor 8-2. Ini merupakan penampilan kedua Lyon di semifinal Liga Champions sepanjang sejarah.
Sebelumnya, tim Ligue 1 Prancis ini sempat mencapai semifinal Liga Champions musim 2009/2010, saat masih diperkuat pemain-pemain macam Miralem Pjanic dan Hugo Lloris. Uniknya, lawan yang mereka hadapi juga Bayern Munich, yang kala itu dilatih Louis Van Gaal.
Kembali ke pertandingan, aksi Lyon saat menghadapi tim asuhan Pep Guardiola, mungkin jadi de ja vu bagi para Juventini. Maklum, mereka kembali dipaksa bermain defensif, dan hanya mengandalkan serangan balik cepat.
Tapi, meski hanya memegang 29 persen penguasaan bola dan membuat total 7 tembakan, nyatanya Lyon mampu bermain efektif. Efektivitas ini sukses menghukum kenaifan The Eastlands, dan membuat Raheem Sterling dkk kembali patah hati di Eropa.
Memang, sepanjang pertandingan, City mampu mendominasi penguasaan bola, dan membuat total 18 tembakan. Sayang, hasil akhir pertandingan membuat dominasi ini terlihat mubazir.
Alih-alih disebut "sepakbola indah", dominasi Manchester Biru sepanjang laga lebih layak disebut sebagai sebuah lelucon. Lelucon ini tersaji apik, baik dalam hal bertahan maupun menyerang.
Dalam hal menyerang, mereka sukses menampilkan sebuah pertunjukan berjudul "seni membuang peluang" nan menjengkelkan. Celakanya, ini berpadu padan dengan pertahanan rapuh, khususnya saat diserang balik.
Meski terasa getir, kekalahan ini sekaligus menjadi sebuah pesan tegas: Ini Eropa, City! Tentunya, ini bukan bermaksud merendahkan kapabilitas Pep Guardiola dan kualitas materi pemain tim penghuni Etihad Stadium.
Tapi, tim milik Sheikh Mansour ini memang masih belum cukup kapabel, untuk bersaing di level atas Eropa. Terbukti, mereka selalu mentok di perempat final Liga Champions dalam tiga musim terakhir.
Benar, mereka belum lama ini mengalahkan Real Madrid dengan agregat 4-2, tapi kemenangan ini rupanya membuat Gabriel Jesus dkk seperti mabuk kepayang. Terbukti, Lyon berhasil mengalahkan mereka di babak berikutnya.
Masalah lainnya, Pep Guardiola masih belum berani untuk membuat City bermain lebih efektif saat mendominasi permainan. Akibatnya, dominasi tim juara Piala Liga Inggris ini jadi mubazir. Mereka masih bermasalah dalam hal kualitas penyelesaian akhir, meski unggul dalam hal kuantitas peluang.
Di liga domestik, sepakbola dominan ala Pep memang mampu menghadirkan berbagai trofi. Tapi, ini tak lepas dari inkonsistensi performa tim-tim lawan. Sekali mereka konsisten, City berada dalam masalah.
Terbukti, City harus merelakan trofi Liga Inggris pindah tangan ke Liverpool musim ini, menyusul performa konsisten Si Merah. Di musim sebelumnya, Liverpool juga mampu memberi perlawanan sengit sampai pekan terakhir liga, menyusul performa konsisten Mohamed Salah dkk.
Di Eropa, Pep dan City harus menghadapi lawan-lawan yang punya tradisi kuat plus faktor kejutan. Jelas, dibutuhkan level konsistensi performa plus ketangguhan mental lebih tinggi daripada saat bermain di liga domestik.
Sayang, City masih belum mampu mencapai level ini. Inilah satu PR terbesar Pep di Etihad Stadium yang masih belum terpecahkan, karena untuk bisa melaju jauh di Eropa, City harus lebih dulu terbiasa, dengan tekanan dan dinamika yang ada.
Sekali terbiasa, prestasi di Liga Champions tinggal tunggu waktu. Tapi, menyusul kekalahan ini, City harus lebih dulu memastikan kejelasan masa depan Pep, karena kontrak eks pelatih Barcelona ini tinggal setahun.
Setelahnya, baru City fokus berbenah, sambil terus menambah pengalaman bertanding di Liga Champions. Siapa tahu, grafik prestasi mereka di Eropa bisa terus meningkat.
Untuk tahun ini, kita layak berkata kepada Manchester City: "Juara Liga Champions itu berat, kamu takkan kuat, biar tim lain saja.".