Tapi, seperti pendahulunya, kebijakan PSBB Transisi bersifat tentatif, dan bisa diperpanjang hingga dua kali. Dalam artian, ia bisa saja berlanjut, jika hasil evaluasi di akhir periode memang mengharuskan demikian.
Untuk PSBB Transisi Fase Pertama, evaluasi akan dilakukan pada akhir bulan Juni. Sebagai bentuk antisipasi, disertakan juga kebijakan "rem darurat", jika muncul situasi tak terduga.
Secara umum, meskipun tidak langsung dimulai secara serentak di seluruh sektor, PSBB Transisi Fase Pertama baru memberi batas maksimal 50% dari total kapasitas, pada tempat ibadah, area perkantoran atau usaha, tempat rekreasi, dan sektor transportasi. Satu-satunya yang diizinkan beroperasi penuh adalah transportasi ojek, tepatnya mulai tanggal 8 Juni mendatang.
Jika melihat ketentuan di atas, dan situasi yang masih serba belum pasti, kebijakan ini terlihat seperti "relaksasi PSBB", karena hampir semua bidang yang disebut masih "setengah bangun" dibanding biasanya. Dengan takaran ini, wajar jika PSBB kali ini disebut sebagai PSBB Transisi.
Memang, ada sejumlah protokol kesehatan yang dijabarkan dalam kebijakan ini. Tapi, jujur saja, saya agak meragukan, apakah kebijakan ini bisa diterapkan secara konsisten, tanpa kompromi, atau sama seperti yang sudah-sudah.
Keraguan ini muncul, karena pada masa PSBB saja, aturan yang berlaku terlihat ompong saat diterapkan. Masih ada begitu banyak orang, yang bisa mudik dan berbelanja saat lebaran dengan leluasa. Bahkan, banyak orang datang berduyun-duyun ke McDonald's Sarinah, saat gerai restoran cepat saji itu menjalani hari terakhirnya.
Padahal, aturan yang ada tak memberikan kelonggaran sama sekali. Nyatanya, aturan ini masih bisa diakali, dengan memanfaatkan celah aturan yang ada. Kebetulan, ini adalah satu keahlian yang pada dasarnya cukup membudaya di masyarakat kita.
Maka, ketika kelonggaran seperti pada masa PSBB Transisi diberikan, kekhawatiran tetap saja ada. Apalagi, sikap tertib di negara kita masih belum membudaya, seperti di Jepang atau Korea Selatan.
Jadi, penting bagi semua pihak terkait, untuk menanamkan kesadaran, sekaligus mengedukasi masyarakat, untuk mentaati peraturan. Kebetulan, momentumnya sedang tepat, karena pandemi Corona berkaitan dengan urusan nyawa manusia. Jangan sampai, kebijakan "rem darurat" diberlakukan, hanya karena ketidaktertiban.
Paling tidak, dengan demikian, seseorang bisa ikut membantu menjaga keselamatan bersama, dimulai dari dirinya sendiri. Dari sinilah, semua aturan yang ada akan efektif. Otomatis, tahap-tahap kebijakan pemulihan kondisi akan lebih pendek, dan situasi bisa segera stabil.
Semoga kita bisa.