Tapi, diantara sekian banyak aktivitas transfer yang terjadi, kedatangan Firza Andika dan Ezra Walian ke PSM Makassar menjadi satu sorotan tersendiri. Maklum, mereka sebelumnya bermain di luar negeri. Firza bermain di AFC Tubize (Belgia), sementara Ezra terakhir berseragam RKC Waalwijk, klub promosi Eredivise Belanda musim ini.
Tentunya, ada pertanyaan, mengapa keduanya pulang ke Indonesia, dalam usia masih muda?
Secara normatif, jawabannya adalah, kontrak mereka di klub masing-masing tak diperpanjang. Jadi, mereka bebas pindah ke klub manapun, termasuk PSM Makassar.
Tapi, jika dilihat secara teknis, baik Firza maupun Ezra dilepas karena sama-sama dianggap surplus oleh klub masing-masing. Posisi mereka makin tak menguntungkan, karena mereka sama-sama berstatus pemain berpaspor non-Uni Eropa.
Seperti diketahui, liga-liga di Benua Biru biasa menerapka kuotan batasan jumlah pemain berpaspor non-Uni Eropa. Biasanya, kuota ini digunakan klub, untuk pemain yang dinilai punya kualitas di atas rata-rata.
Hal ini sebanding dengan gaji mereka yang diatas rata-rata pemain lokal. Dengan harapan, mereka bisa memberi nilai tambah buat tim. Sayangnya, baik Ezra maupun Firza sama-sama "harus pulang" ke Tanah Air, karena sebab berbeda.
Pada kasus Ezra (21), pemain jebolan akademi Ajax Amsterdam ini akhirnya harus pulang ke Tanah Air, karena kesulitan mencari klub baru di luar negeri, khususnya di Belanda dan Eropa. Karena, meski lahir di Belanda, Ezra kini sudah menjadi WNI, dan negara kita tak mengizinkan seorang warga negara punya dua atau lebih kewarganegaraan.