Hasil ini membuat Thiago Silva dkk melaju ke final, dan akan menghadapi pemenang laga semifinal lainnya, yakni antara Cile versus Peru, yang baru akan bertanding besok. Sementara itu, kekalahan atas Brasil membuat Lionel Messi dkk bersiap melakoni laga perebutan tempat ketiga dengan perasaan patah hati, karena gagal meraih trofi juara.
Bicara soal jalannya pertandingan, duel dua raksasa Amerika Latin ini seperti biasa menarik untuk disimak. Karena, ada aksi-aksi individu dan adu strategi menarik antara Tite (pelatih Brasil) dan Lionel Scaloni (Argentina). Selain itu, pemain-pemain tenar macam Phillipe Coutinho dan Roberto Firmino (Brasil), plus Lionel Messi dan Sergio Aguero (Argentina) turut meramaikan laga ini.
Uniknya, pertandingan ini juga menampilkan sebuah ironi, meski sebenarnya terjadi pertarungan cukup ketat di lini tengah. Hal ini setidaknya terlihat dari persentase penguasaan bola kedua tim. Dimana, Brasil memegang 49%, sementara Argentina mencatat 51% penguasaan bola.
Ironi yang muncul di laga ini adalah, Brasil mampu bermain efektif, dengan mencetak dua gol hanya dari total empat tembakan. Sementara itu, Argentina yang membuat total 14 tembakan gagal menjebol gawang Alisson Becker, yang di turnamen ini masih belum kebobolan satu gol pun.
Padahal, Brasil tampil di turnamen ini tanpa Neymar, si "nomor 10 tulen" mereka, yang cedera engkel jelang dimulainya turnamen. Sementara itu, Argentina diperkuat Lionel Messi, yang sebelumnya sempat "cuti" membela Tim Tango sejak Piala Dunia 2018 usai.
Sekilas, ini tampak lebih menguntungkan buat Argentina. Tapi, situasi di lapangan justru berkata sebaliknya. Karena, Brasil yang tak diperkuat Neymar justru lebih solid secara tim, sebaliknya, Argentina yang diperkuat Messi terlihat rapuh saat bertahan, dan tumpul saat menyerang.
Terlepas dari penampilan solid lini belakang Brasil yang dikomandoi Thiago Silva, dan ketangguhan Alisson di bawah mistar, apa yang ditampilkan Argentina di kota Belo Horizonte menunjukkan, mereka masih begitu tergantung pada Lionel Messi. Padahal, Si Kutu bisa dibilang tampil relatif seadanya di turnamen ini. Terbukti, ia sejauh ini hanya mampu mencetak satu gol penalti ke gawang Paraguay.
Sebaliknya, Brasil mampu mengubah situasi kurang menguntungkan akibat absensi Neymar, menjadi sebuah keuntungan tersendiri. Karena, mereka akhirnya sukses membuktikan, dengan atau tanpa Neymar, Brasil tetaplah Brasil yang tak bisa dianggap remeh. Tanpa Neymar, Brasil kini menjelma menjadi satu tim yang kompak, dengan pertahanan solid dan lini serang liat.
Dengan melihat apa yang sejauh ini sudah mereka tampilkan, tak mengagetkan jika mereka bisa berjaya di kandang sendiri. Tapi, untuk saat ini, mereka masih harus menunggu, siapa lawan mereka di final, sebelum menjalani partai puncak di Stadion Maracana.
Mampukah Tim Samba membuat "happy ending" di negeri sendiri?