Tapi, di antara drama-drama yang terjadi, apa yang dialami oleh Sriwijaya FC bisa jadi adalah cerita paling tragis. Karena, sepanjang musim ini, mereka mengalami gonjang-ganjing. Padahal, tim ini termasuk salah satu tim sukses di kancah sepak bola nasional.
Bicara soal klub berprestasi di Liga Indonesia, tak afdol rasanya jika Sriwijaya FC tak masuk daftar. Karena, klub asal kota Palembang ini sudah meraih beberapa gelar juara di turnamen sepak bola nasional, baik liga maupun "cup competition", terutama dalam rentang waktu antara tahun 2008-2012. Dalam periode ini, Laskar Wong Kito sukses meraih 2 gelar Liga Indonesia/ISL (2008 dan 2012), hat-trick juara Piala Indonesia (2008, 2009, 2010), dan sepasang gelar juara Inter Island Cup (2010 dan 2012). Tak heran, mereka pernah menjadi wakil Indonesia di level Asia, baik di kompetisi Liga Champions Asia atau Piala AFC.
Periode sukses ini, juga ditandai dengan kehadiran pelatih macam Rahmad Darmawan (kini di Mitra Kukar) dan Kas Hartadi (kini di Kalteng Putra). Di sektor pemain, Sriwijaya FC juga sempat menjadi persinggahan beberapa pemain timnas, misalnya Firman Utina, Supardi Nasir, atau Charis Yulianto. Ada juga pemain asing yang cukup sukses di Liga Indonesia, misalnya Zah Rahan (Liberia) atau Keith Kayamba Gumbs (St. Kitts and Nevis).
Dengan rekam jejak ini, maka wajar jika Sriwijaya FC kerap membidik target prestasi tinggi tiap musimnya. Tak terkecuali di musim 2018, dimana mereka tampak begitu serius mempersiapkan diri. Keseriusan manajemen klub kala itu terlihat, dari sosok-sosok yang didatangkan.
Di area teknik, Sriwijaya FC merekrut kembali Rahmad Darmawan. Pemain yang didatangkan pun beberapa diantaranya punya rekam jejak bagus. Ada Beto Goncalves, Esteban Vizcarra dan Bio Paulin, trio pemain naturalisasi sarat pengalaman. Ada juga pemain anggota Timnas Indonesia macam Zulfiandi (Timnas U-23 dan senior) dan Syahrian Abimanyu (Timnas U-19). Tak cukup sampai disitu, Sriwijaya FC juga mendatangkan Makan Konate (Mali) yang pernah menjuarai Liga Indonesia bersama Persib tahun 2014, dan Hamka Hamzah, bek tengah sarat pengalaman.
Dengan materi tim seperti ini, wajar jika mereka mampu berprestasi di turnamen pramusim. Terbukti, Makan Konate dkk mampu menjadi juara ketiga di Piala Presiden 2018, dan menjuarai Piala Gubernur Kaltim. Alhasil, mereka dipandang sebagai salah satu tim kandidat juara Liga 1 musim 2018. Bertabur bintang dan sukses di turnamen pramusim, kurang apalagi?
Awalnya, prediksi ini terlihat mulus, dengan keberhasilan Laskar Wong Kito bersaing di papan atas klasemen liga. Start bagus dan performa cukup konsisten mereka membuat semuanya terlihat mudah. Situasi ini membuat kebanyakan orang akan merasa, ini akan menjadi musim yang baik buat Sriwijaya FC.
Tapi, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Memasuki putaran kedua Liga 1 2018, Sriwijaya FC mendadak oleng karena ditinggal pergi para pemain kuncinya, baik karena masalah tunggakan gaji akibat mismanajemen, maupun dipanggil memperkuat Timnas Indonesia.
Untuk alasan yang disebut pertama, ada Hamka Hamzah dan Makan Konate, yang sama-sama memutuskan pindah ke Arema FC. Sementara, Zulfiandi dan Beto Goncalves sempat absen karena memperkuat Timnas Indonesia di Asian Games 2018 dan Piala AFF 2018. Selain itu, ada juga Syahrian Abimanyu yang juga absen karena memperkuat Timnas U-19 di Piala Asia U-19, dan harus mengakhiri musim lebih cepat akibat mengalami cedera lutut.
Gelombang masalah ini, membuat performa Sriwijaya FC merosot, dan terpaksa harus gonta-ganti pelatih. Setelah ditinggal pergi Rahmad Darmawan, Sriwijaya FC sempat dilatih Subangkit, yang lalu digantikan oleh Angel Alfredo Vera (Argentina, eks pelatih Persebaya). Benar-benar kacau.
Alhasil, mereka berubah drastis, dari yang sebelumnya kandidat juara, berubah menjadi kandidat degradasi. Pergantian pelatih yang dilakukan pun nyatanya tak banyak menolong. Karena, kondisi tim secara keseluruhan memang sudah terlanjur berantakan.
Dan, lonceng degradasi Sriwijaya FC akhirnya benar-benar berbunyi di kandang Arema FC, tepat di pertandingan terakhir Liga 1. Meski sempat unggul 0-1 lebih dulu berkat gol Esteban Vizcarra di babak pertama, Sriwijaya FC tetap harus terdegradasi ke Liga 2 musim depan, setelah Arema FC mampu berbalik unggul 2-1 di babak kedua. Ironisnya, salah satu gol Singo Edan dicetak oleh Makan Konate, yang notabene mantan pemain Sriwijaya FC. Apa boleh buat, sang mantan juara pun harus turun kasta.
Tragedi yang dialami Sriwijaya FC musim ini menjadi satu contoh aktual, dari betapa merusaknya dampak mismanajemen dalam sebuah tim. Sehebat apapun materi timnya, jika manajemennya buruk, tim itu tak ubahnya kapal bocor yang dipaksa berlayar di lautan. Tak perlu badai besar untuk bisa membuatnya langsung tenggelam.
Meski menyakitkan, kegagalan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Sriwijaya FC, apakah mereka bisa segera bangkit kembali atau tidak. Jika mampu, mereka bisa bernasib seperti Semen Padang, yang baru saja promosi segera setelah turun kasta. Jika tidak, mereka akan bersiap menghadapi masa depan suram, dengan memutar memori manis di masa lalu.
Tragis!