Penyebabnya, baik Milan maupun El Real sama-sama sedang punya masalah kesuburan di lini depan. Meski sudah mendatangkan Gonzalo Higuain dari Juventus, produktivitas gol penyerang asal Argentina ini belakangan mulai seret. Situasi ini jelas kurang ideal buat Milan, yang belakangan mulai mampu bersaing di papan atas klasemen sementara Serie A.
Sementara itu, "masalah kesuburan" di lini depan Real Madrid muncul, karena mereka masih belum punya penyerang andal setelah ditinggal Cristiano Ronaldo ke Juventus. Karim Benzema dan Gareth Bale hanya subur di pekan-pekan awal kompetisi, dan Mariano Diaz yang dipulangkan Real Madrid dari Lyon, belum sepenuhnya bisa diandalkan. Alhasil, Ibra muncul sebagai alternatif solusi jangka pendek, setidaknya sampai akhir musim ini.
Ketertarikan kedua tim ini tentu bukan tanpa alasan. Tak bisa dipungkiri, meski sudah berusia 37 tahun, pemain flamboyan asal Swedia ini memang masih punya daya tarik cukup kuat, baik dari segi teknis maupun nonteknis.
Secara teknis, dengan seabrek pengalamannya di liga-liga top Eropa, Ibra tak akan kesulitan untuk beradaptasi, dan segera memberi dampak positif. Seperti diketahui, sebelum bermain di LA Galaxy, Ibra sempat bermain dan meraih sejumlah prestasi di Liga Inggris (juara Piala Liga dan Liga Europa bersama MU), Italia (meraih scudetto bersama Inter Milan dan AC Milan), Prancis (mendominasi liga bersama PSG), Belanda (meraih juara liga di Ajax Amsterdam), dan Spanyol (juara La Liga bersama Barcelona).
Dengan CV menterengnya ini jugalah, Ibra diharapkan bisa menjadi "tutor" ideal buat talenta muda macam Patrick Cutrone (AC Milan) dan Vinicius Borges (Real Madrid) seperti yang dulu pernah dilakukannya di MU kepada Marcus Rashford dan Anthony Martial. Diharapkan, pengalaman Ibra dapat membantu para talenta muda ini makin berkembang.
Selain kelebihan teknis yang dimilikinya, popularitas Ibra juga menjadi nilai tambah tersendiri. Terlepas dari kebiasaannya melontarkan pernyataan tak biasa, keberadaan pemain berjuluk Ibracadabra ini terbukti mampu memberikan dampak positif, dari segi publisitas maupun komersial buat klub yang dibelanya.
Tapi, jika melihat situasi saat ini, AC Milan boleh dibilang lebih berpeluang mendatangkan Ibra dibanding Real Madrid. Karena Ibra meninggalkan kesan positif saat bermain di San Siro (2010-2012), dengan meraih satu scudetto dan satu trofi Piala Super Italia. Meski akhirnya harus pergi ke PSG, hubungan baik Ibra dan Milan tetap terjaga, dengan dirinya kerap melempar komentar positif, terkait kiprahnya di sana.
Selain itu, baik Ibra maupun Milan sama-sama tak membantah, soal peluang terwujudnya transfer "balikan" ini. Proyek "restorasi" yang sedang dijalankan Milan bersama Elliott Management, tentunya terlihat lebih menantang dibanding Real Madrid.
Posisi tawar Milan makin kuat, karena Milan kini punya Leonardo Araujo, juru transfer yang dulu sukses memboyong Ibra ke PSG. Apalagi, Milan kini diasuh oleh Gennaro Gattuso, eks rekan setim Ibra semasa bermain di Milan.
Situasi ini agak berbeda dengan Real Madrid, yang belakangan sedang kurang ideal, menyusul pergantian pelatih, dari Julen Lopetegui ke Santiago Solari. Di sisi lain, ambisi Florentino Perez  yang masih ingin mengejar tanda tangan Neymar (PSG), membuat peluang transfer Ibra seperti bertepuk sebelah tangan.
Terlepas dari segala kemungkinan yang ada, kembalinya Ibracadabra ke Eropa akan menjadi satu "plot twist" menarik dalam karirnya, terutama jika transfer ke Milan dapat benar-benar terwujud.
Akankah Ibra pulang ke San Siro?